Sabtu, 25 September 2010

PESANAN KU JIKA KU MATI

Bismillahir rahmanir rahiem,

Keluargaku yang kusayangi,

Aku tidak tahu ketikanya Pemilik jiwaku ini memanggilku.
Namun demikian rasa khawatirku untuk tidak meninggalkan kesusahan dan keburukan sepeninggalku, telah mendorongku untuk berwasiat kepadamu sekalian.

Hendaklah kamu sekalian tidak bersedih hati dengan apa saja yang luput darimu dan tidak pula meratapi apa2 yang telah ditakdirkan Allah (swt) agar menjadi bagian dari kisah kehidupan di dunia ini. Kematianku tidaklah berbeda dengan kematian manusia lainnya. Yang demikian adalah karena setiap yang bernyawa pasti akan mati. [1]
Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku tidak dapat memberi jaminan hidup atas hidupku sendiri sebagaimana aku tidak dapat memastikan apa yang dapat kita lakukan esok hari dari rencana2 kita. Yang demikian adalah karena kita adalah hamba2 Allah yang tidak memiliki sedikitpun kekuasaan dan kemampuan kecuali sekedar apa yang diberikan-Nya yang sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.

Jika aku mati, hendaknya kamu sekalian tidak panik. Kematian adalah perkara biasa yang orang lain juga menghadapinya. Uruslah jenazahku dengan kemampuan terbaik kalian. Jika aku sempat mandi sebelum aku mati, maka hendaklah tidak seorangpun yang mengulanginya. Kewajiban kalian adalah menutupi bagian2-ku yang masih terbuka dengan kain (kafan). Jika tidak, maka mandikan dan bersihkanlah bagian2 yang penting sebelum kalian mengkafaniku sehingga aku layak untuk menghadap Allah (swt).

Jika hanya seorang dari kalian yang ada di sisiku pada saat kematianku, hendaklah kamu memberitahu tetangga terdekat yang sekiranya mereka dapat membantu menguruskan jenazahku atau mereka memberitahu orang lain yang layak untuk memandikan dan mengkafankan jenazahku. Untuk hal ini, hendaklah mereka termasuk orang2 yang amanah yang dapat menjaga aurat dan aibku dengan baik.

Di bumi mana aku mati, maka tempat yang paling layak dan paling baik bagi jenazahku adalah tanah perkuburan yang terdekat dengan tempat kematianku. Yang demikian lebih aku sukai agar tempatku termasuk hal2 yang akan dapat memberi kesaksian tentang apa yang telah aku kerjakan buat agama ini. Oleh karena itu, janganlah se-kali2 kalian mencoba mengangkut atau membawa jenazahku lebih jauh dari tempat itu.

Dan jangan biarkan jenazahku menunggu. Jangan pula seorang dari kalian, orangtua, sanak saudara, sahabat, handai tolan dan kawan2 baikku dijadikan alasan untuk menunda jenazahku masuk liang lahat. Selain perkara ini tidak membebani mereka yang mengurus jenazahku, hal itu juga lebih baik bagi mereka yang datang kemudian.

Jika yang datang kemudian adalah dari golongan orang2 yang sholeh, maka sudah tentu mereka akan tahu cara menolongku dengan pertolongan ghaib. Sebaliknya, jika yang datang kemudian adalah orang2 yang belum sempurna agamanya, maka hal itu tidak akan menambah kesalahan dan dosa mereka. [2]

Tahanlah lisan kalian dalam mengekspresikan rasa bela sungkawa atau duka cita kalian. Meskipun aku rela kamu mencurahkan air matamu, tetapi janganlah se-kali2 kamu meratap atau mengeluarkan kata2 kesedihan. Yang demikian adalah karena selain hal itu akan menyusahkanku di kubur, hal itu juga akan menjadi dosa bagimu.
Berserah dirilah kepada Allah (swt) tidak saja dalam urusan rezekimu, tetapi juga dalam semua aspek kehidupanmu. Yakinlah dengan keyakinan yang bulat bahwa Allah (swt) maha cermat dalam mengurus semua makhluk-Nya. Dia mustahil ceroboh sebagaimana Dia mustahil berbuat zhalim kepada ciptaan-Nya sendiri. Karena itu, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat [4].

Tidak ada warisan terbaik yang dapat aku tinggalkan kepada kalian selain aku telah berusaha dengan segala daya agar kalian terbiasa berada di jalan Allah. Dan meskipun aku seringkali gagal dalam memberi kalian warisan akhlak yang agung sebagaimana akhlak Rasulullah (saw), tetapi paling tidak kalian telah mengetahui bagaimana cara menghadirkannya jika kalian mau. Dan sekiranya ada benda2 yang aku tinggalkan pada kalian, maka orang terbaik diantara kalian adalah dia yang paling tidak memerlukannya.

Keluarga-ku, jika kelak kalian merindukanku, maka pasti dan pasti kalian akan menjumpaiku di akhirat hanya jika Allah (swt) ridho kepada kalian. Yang demikian adalah jika aku tercampak ke dalam neraka, maka sebagai ahli surga kalian dapat dengan mudah menziarahiku [5]. Sebaliknya, jika dengan rahmat-Nya, Allah (swt) memasukkanku sebagai salah seorang ahli surga, maka sesungguhnya tiada halangan apapun antara sesama ahli surga untuk saling menziarahinya.

Dan jika datang kepadamu orang2 agar kalian mengikuti cara hidup lain selain yang telah diajarkan oleh Rasulullah (saw), maka kuatkanlah keyakinan kalian dan gigitlah erat2 agama (Islam) ini dengan gerahammu dan katakan dengan tegas dan tekad yang bulat, "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia dari golongan orang musyrik." [6]

La ilaha illallah Muhammadur rasulullah. Subhanallah wal hamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil azhim. Subhanallah.

Catatan kaki:

[1] Tiap2 yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (Qs al Ankabut 29:57)
[2] Termasuk di dalamnya adalah dengan melakukan sholatul ghaib dan membicarakan kebaikan2 mayyit.
[3] Termasuk di dalamnya adalah orang2 yang lemah batin saat melihat mayyit sehingga melakukan hal2 yang tidak syar'i seumpama meratap dlsb.
[4] Hai orang2 yang beriman, mintalah pertolongan (Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang2 yang sabar. (Qs al Baqarah 2:153)
Dan mintalah pertolongan (Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang2 yang khusyuk. (Qs al Baqarah 2:45)
[5] Dan penghuni2 surga berseru kepada penghuni2 neraka (dengan menziarahi mereka sambil mengatakan), "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?" Mereka (penduduk neraka) menjawab, "Betul." (Qs al A'raf 7:44)
[6] Dan mereka berkata, "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk." Katakanlah, "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik." (Qs al Baqarah 2:135)

Peristiwa Pertukaran Qiblat Dari Baitul Maqdis ke Kaabah

“Dan peringatkanlah mereka tentang hari-hari Allah, sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi mereka yang amat bersabar lagi bersyukur” (Surah Ibrahim : 5)

Hari-hari Allah itu sememangnya perlu diperingatkan sesama kita Umat Islam kerana kita ini alpa. Tambahan pula dengan fitnah penggunakan kalendar Gregorian Miladi atau Masehi itu menjadikan umat Islam semakin jauh dan tercuai daripada mengingati ‘hari-hari Allah’.

Menjelangnya Rejab dan Shaaban, umat Islam selalunya lazim memperkatakan tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Namun, terdapat suatu lagi peristiwa yang besar dan penting kepada kita semua di mana riwayat Sahih al-Bukhari secara tidak langsung mengisyaratkan bahawa ia berlaku sama ada pada pertengahan bulan Rejab atau pun Shaaban, kira-kira 16 atau 17 bulan selepas hijrah Nabi Muhammad SAW; sejurus sebelum berlakunya Peperangan Badar al-Kubra pada tahun kedua Hijrah itu. Peristiwa yang dimaksudkan itu adalah perpindahan Qiblat daripada Baitul Maqdis ke Masjidil Haram di Makkah.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari daripada al-Barraa’, beliau berkata:

“Apabila Rasulullah SAW tiba di Madinah, Baginda bersolat di dalam keadaan mengadap ke arah Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Akan tetapi Baginda SAW amat suka seandainya Baginda berpeluang untuk bersolat mengadap ke arah Kaabah. Lalu Allah SWT menurunkan ayat “Kami sering melihat kamu mendongak-dongakkan wajahmu ke langit”[surah al-Baqarah ayat 144]. Maka berkata-katalah orang-orang yang bodoh dari kalangan manusia dan mereka itu adalah Yahudi, “Apakah yang telah memalingkan orang-orang Islam itu daripada qiblat mereka sebelum ini?” Lalu Allah SWT menjawab dengan menyatakan “Bagi Allah itulah timur dan barat”.

“Orang-orang yang bodoh dari kalangan manusia (iaitulah Yahudi) akan berkata (dengan ejekan): Apakah yang telah memalingkan mereka (orang-orang Islam) itu daripada qiblat mereka sebelum ini? Katakanlah (wahai Muhammad): Bagi Allah itulah Timur dan Barat, Allah memberi petunjuk kepada sesiapa yang Dia kehendaki kepada jalan yang lurus {142} Dan (sebagaimana Kami tunjukkan kamu jalan yang lurus dengan berqiblatkan Kaabah), begitu jugalah Kami jadikan kamu sebagai umat yang ‘bersifat sederhana dan pertengahan’ agar dengan itu kamu menjadi saksi ke atas manusia. Manakala Rasulullah SAW itu pula, dia menjadi saksi bagi kamu. Dan tidaklah Kami jadikan qiblat kamu sebelum ini melainkan Kami ketahui siapa yang mengikut perintah Rasul dan siapa pula yang memalingkan lehernya (ingkar). Sesungguhnya perintah itu adalah amat berat melainkan bagi mereka yang diberi petunjuk oleh Allah SWT. Dan tidaklah sekali-kali Allah menghilangkan (bukti) iman kamu. Sesungguhnya Allah itu amat melimpah belas kasihan dan rahmatNya (kepada orang-orang yang beriman) {143}”

“Dan Kami sering melihat kamu mendongak-dongakkan kepalamu ke langit. Maka (pada hari ini) Kami tukarkan bagi kamu ke arah Qiblat yang kamu suka. Oleh yang demikian, hadapkanlah wajahmu ke Masjidil Haram, dan di mana sahaja kamu berada maka hendaklah kamu mengadap ke arahnya. Sedangkan mereka yang telah diberikan al-Kitab (Yahudi) itu benar-benar tahu bahawa hal ini adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan tidaklah Allah SWT alpa terhadap apa yang mereka lakukan. {144} Dan sekiranya kamu datangkan segala bukti kepada mereka yang telah diberikan al-Kitab kepadanya (Yahudi), tidaklah mereka itu mengikut Qiblat kamu. Dan kamu juga tidak akan sekali-kali mengikut Qiblat mereka. Bahkan mereka sesama mereka juga tidak mengikut Qiblat antara satu dengan yang lain. Dan sekiranya kamu mengikut hawa nafsu mereka selepas datangnya kepada kamu pengetahuan, maka sesungguhnya kamu adalah dari golongan yang zalim. {145} Mereka yang Kami berikan al-Kitab itu (Yahudi dan Nasrani), mereka mengenalinya (Muhammad) sebagaimana mereka mengenali anak-anak mereka. Akan tetapi sebahagian daripada mereka itu senantiasa menyembunyikan kebenaran sedangkan mereka mengetahui. {146}Kebenaran itu adalah datangnya dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali kamu tergolong dari kalangan orang yang zalim. {147}”

CINTA NABI KEPADA KAABAH, QIBLAT IBRAHIM

Ketika di Makkah, sebelum berlakunya peristiwa Hijrah, Rasulullah SAW bersolat di bahagian selatan Kaabah supaya Baginda SAW mengadap Baitul Maqdis sebagai perintah Allah, dan dalam masa yang sama Baginda SAW mengadap Kaabah, Qiblat Nabi Ibrahim A.S yang dikasihinya. Apabila Baginda SAW dan umat Islam berhijrah ke Madinah, Allah memerintahkan supaya solat dilakukan secara mengadap ke Baitul Maqdis. Tujuannya adalah supaya dengan ibadah yang dilakukan seumpama ini, ia akan membolehkan Nabi SAW melembutkan hati orang-orang Yahudi di Madinah untuk menerima Islam. Ia juga sebagai isyarat bahawa Syariat yang dibawa oleh Baginda SAW adalah sama dengan risalah yang diseru oleh Nabi-nabi Bani Israel seperti Musa dan Isa Alayhima as-Salaam.

Akan tetapi sifat mulia yang ditunjukkan oleh Baginda dan umat Islam itu, tidak langsung menggerakkan hati orang-orang Yahudi untuk menerima Islam, bahkan mereka mengejek-ngejek Baginda SAW. Kata mereka “Muhammad itu menentang agama kita, tetapi dalam masa yang sama mengadap Qiblat kita pula. Kalaulah agama kita tidak ada, nescaya Muhammad itu tidak tahu ke arah Qiblat mana dia mahu bersolat!”

Kata-kata seumpama ini amat melukakan hati Nabi SAW. Sehingga diriwayatkan bahawa Nabi SAW menyebut, “aku amat suka jika Allah SWT menghindarkan aku daripada Qiblat Yahudi itu (Baitul Maqdis)”.

ASBAB NUZUL AYAT 142 DAN 144 SURAH AL-BAQARAH

Ibnu Abbas RA dan at-Tabari berpendapat bahawa ayat 144 surah al-Baqarah adalah turun lebih awal daripada ayat 142. Pendapat ini disokong oleh riwayat al-Bukhari dari al-Barraa’ yang telah disebutkan di atas. Akan tetapi az-Zamakhsyari menyatakan bahawa ayat 142 tentang komen Yahudi itu telah turun lebih awal sebelum turunnya ayat perintah menukar Qiblat (Al-Baqarah ayat 144). Ia adalah sebagai mukjizat daripada Allah SWT bahawa Nabi SAW telah lebih awal diperkhabarkan tentang pertukaran Qiblat berkenaan sebelum ia berlaku. Ini adalah supaya hati Baginda SAW dan umat Islam menjadi tenang menghadapi ejekan dan cemuhan Yahudi tersebut.

Di dalam artikel ini, kita akan menghuraikan peristiwa pertukaran Qiblat tersebut dengan menggunakan pendapat Ibnu Abbas RA dan at-Tabari supaya kronologi peristiwa itu dapat difahami dengan mudah oleh pembaca.

Di dalam Sahih al-Bukhari dengan riwayat daripada al-Barraa’, beliau berkata:

“Apabila Rasulullah SAW tiba di Madinah, Baginda bersolat di dalam keadaan mengadap ke arah Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Akan tetapi Baginda SAW amat suka seandainya Baginda berpeluang untuk bersolat mengadap ke arah Kaabah. Nabi SAW bersolat mengadap Kaabah buat kali pertamanya adalah pada solat Asar bersama sahabat-sahabat Baginda. Kemudian keluar salah seorang daripada mereka yang bersolat bersama Nabi SAW itu dan melalui suatu kaum yang pada masa itu sedang rukuk mengerjakan solat, lalu beliau berkata “Aku bersaksi dengan Allah bahawa aku telah bersolat bersama Nabi SAW mengadap Makkah”. Lalu jamaah tersebut berpusing ke arah Kaabah di Masjidil Haram. Dalam pada itu (kami teringat) kepada adanya ramai di kalangan sahabat kami yang telah mati terbunuh dan mereka itu bersolat mengadap Baitul Maqdis. Sesungguhnya kami tidak tahu apa nasib mereka. Lalu Allah SWT menurunkan firmanNya yang bermaksud: “Dan tidaklah Allah sekali-kali mensia-siakan iman kamu”.

KESIMPULAN RIWAYAT YANG ZAHIRNYA SEAKAN BERCANGGAH

Berdasarkan riwayat ini, solat yang pertama dikerjakan oleh Nabi SAW mengadap Kaabah di Makkah adalah solat Asar. Riwayat daripada Malik pula menyatakan bahawa solat itu adalah Solat Fajar dan ada juga yang menyebut Zohor. Muhammad bin Muhammad Abu Shahbah di dalam kitabnya As-Seerah an-Nabawiyyah fee Dhou’ al-Qur’aan wa as-Sunnah (ms.104, juzuk 2, terbitan Darul Qalam 1992 /1412) telah cuba menggabungkan riwayat-riwayat ini dan kesimpulannya adalah seperti berikut:

Pada masa itu Nabi SAW telah pergi menziarahi Ummu Bashar bin al-Barraa’ bin Ma’roor di kediaman Bani Salimah di luar Madinah. Selepas dijamu makan oleh tuan rumah, waktu Zohor menjelang, dan Nabi SAW bersama-sama mengerjakan solat Zohor. Ketika di rakaat kedua, Jibril Alayhi as-Salaam telah datang membawa perintah Allah supaya menukar Qiblat. Jibril memegang tangan Nabi SAW dan memusing Baginda SAW hampir-hampir tepat ke arah belakang iaitu ke arah Kaabah di Masjidil Haram di Makkah dan ia diikuti bersama oleh Jamaah yang bersolat bersama Baginda SAW. Peristiwa di mana berlakunya peristiwa itu, kini dikenali sebagai Masjid al-Qiblatain (Masjid Dua Qiblat) tidak jauh dari Masjid Nabawi di Madinah.

Selepas itu, Nabi SAW kembali ke Madinah dan di situ Baginda SAW bersama para sahabat menunaikan solat Asar secara lengkap sepenuhnya mengadap ke Kaabah. Kemudian salah seorang daripada mereka yang bersolat bersama Nabi SAW itu telah pergi melawat Bani Harithah dan dia telah memaklumkan kepada mereka tentang hal pertukaran Qiblat lalu mereka menukarnya. Selepas itu, lelaki yang sama atau mungkin juga lelaki yang lain telah pergi ke Quba’ dan menyampaikan perkhabaran itu kepada Jamaah di situ lalu mereka menunaikan solat Fajar mengadap Kaabah di Masjidil Haram di Makkah al-Mukarramah.

NABI TERDONGAK-DONGAK KE LANGIT

Kerana cemuhan Yahudi kepada perbuatan Nabi SAW bersolat mengadap Baitul Maqdis, Baginda SAW sering pada waktu malam keluar dan mendongak-dongak ke langit mengharapkan kalau-kalau turunnya wahyu dari Allah untuk menukar Qiblat. Firman Allah SWT:

“Dan Kami sering melihat kamu mendongak-dongakkan kepalamu ke langit. Maka (pada hari ini) Kami tukarkan bagi kamu ke arah Qiblat yang kamu suka. Oleh yang demikian, hadapkanlah wajahmu ke Masjidil Haram, dan di mana sahaja kamu berada maka hendaklah kamu mengadap ke arahnya. Sedangkan mereka yang telah diberikan al-Kitab (Yahudi) itu benar-benar tahu bahawa hal ini adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan tidaklah Allah SWT alpa terhadap apa yang mereka lakukan.” (Al-Baqarah : 144)

FirmanNya lagi:

“Dan sekiranya kamu datangkan segala bukti kepada mereka yang telah diberikan al-Kitab kepadanya (Yahudi), tidaklah mereka itu mengikut Qiblat kamu. Dan kamu juga tidak akan sekali-kali mengikut Qiblat mereka. Bahkan mereka sesama mereka juga tidak mengikut Qiblat antara satu dengan yang lain. Dan sekiranya kamu mengikut hawa nafsu mereka selepas datangnya kepada kamu pengetahuan, maka sesungguhnya kamu adalah dari golongan yang zalim. Mereka yang Kami berikan al-Kitab itu (Yahudi dan Nasrani), mereka mengenalinya (Muhammad) sebagaimana mereka mengenali anak-anak mereka. Akan tetapi sebahagian daripada mereka itu senantiasa menyembunyikan kebenaran sedangkan mereka mengetahui.” (Al-Baqarah : 145-146)

HURAIAN

Allah SWT menerangkan di dalam ayat ini bahawa orang-orang Yahudi itu enggan menerima seruan Nabi SAW bukanlah kerana kurangnya pengetahuan mereka. Sebaliknya, mereka itu hanya mengikut kepada hawa nafsu yang degil terhadap kebenaran. Ayat “Mereka yang Kami berikan al-Kitab itu (Yahudi dan Nasrani), mereka mengenalinya (Muhammad) sebagaimana mereka mengenali anak-anak mereka. Akan tetapi sebahagian daripada mereka itu senantiasa menyembunyikan kebenaran sedangkan mereka mengetahui” diturunkan bersempena dengan kisah yang berlaku di antara Umar al-Khattab RA dengan Abdullah bin Salaam iaitu seorang Yahudi yang memeluk Islam. Abdullah bin Salaam berkata, “Sesungguhnya aku lebih mengenali Rasulullah SAW berbanding dengan pengetahuanku terhadap anak aku sendiri.” Umar bertanya, “bagaimanakah itu boleh terjadi wahai Ibn Salaam?” Abdullah bin Salaam menjawab, “Ini adalah kerana aku bersaksi bahawa Muhammad itu adalah utusan Allah dengan kebenaran dan yakin. Sedangkan aku tidak bersaksi seperti itu terhadap anakku. Bahkan aku tidak tahu apa yang berlaku kepada orang-orang perempuan!” Lantas Umar menyebut, “Semoga Allah bersama denganmu wahai Ibn Salaam”.

Sememangnya Yahudi dan Nasrani itu tahu tentang perihal kebenaran Islam. Namun golongan ini sentiasa menyembunyikan pengetahuan mereka di atas kehendak hawa nafsu, benci dan iri hati kepada Islam. Tetapi mereka memang bertindak mengikut apa yang telah diterangkan oleh Islam. Pembesar-pembesar Kristian di Eropah hari ini amat bimbang dengan kebanjiran pendatang-pendatang asing ke Eropah dari kalangan umat Islam kerana mereka amat yakin dengan janji Nabi Muhammad SAW berkenaan dengan penawanan umat Islam ke atas Rome. Orang-orang Yahudi juga menyedari bahawa kehadiran mereka di bumi Palestin adalah untuk dihancur binasakan oleh umat Islam sebagaimana yang diperkhabarkan pada lisan Nabi Muhammad SAW. Namun, amat benarlah firman Allah SWT:

“Mereka ingkar dengannya sedangkan diri mereka mempercayainya dengan penuh yakin” (An-Naml : 14)

“Dan apabila datang kepada mereka perkara yang mereka ketahui, mereka (sengaja) mengkufurinya” (Al-Baqarah 89)

HUJAH BODOH YAHUDI MENENTANG NABI

“Orang-orang yang bodoh dari kalangan manusia (iaitulah Yahudi) akan berkata (dengan ejekan): Apakah yang telah memalingkan mereka (orang-orang Islam) itu daripada qiblat mereka sebelum ini? Katakanlah (wahai Muhammad): Bagi Allah itulah Timur dan Barat, Allah memberi petunjuk kepada sesiapa yang Dia kehendaki kepada jalan yang lurus” (Al-Baqarah: 142)

Orang-orang Yahudi itu tidak langsung terbuka hati mereka untuk mempertimbangkan seruan dakwah Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, strategi Rabbani Rasulullah SAW dan umat Islam bersolat mengadap ke Baitul Maqdis telah dijawab dengan soalan yang mereka lontarkan dengan nada ejekan, “Apakah yang telah memalingkan mereka (orang-orang Islam) itu daripada qiblat mereka sebelum ini?”.

Lantas Allah memerintahkan kepada Nabi SAW supaya membidas sangka dangkal Yahudi itu dengan menyatakan bahawa semua arah yang dihadap adalah milik Allah. Tidak ada keistimewaan bagi suatu arah berbanding suatu arah yang lain. Allah itulah yang memerintahkan hambaNya supaya beribadah mengadap ke mana-mana arah yang dikehendakiNya. Persoalan memilih suatu arah dan tidak suatu arah yang lain, adalah dengan sifat patuh dan taat kepada perintah Allah dan bukannya atas motif-motif cetek seperti yang dipercayai oleh Yahudi berkenaan.

WASATHIYYAH, SIFAT ISTIMEWA UMAT MUHAMMAD

“Dan (sebagaimana Kami tunjukkan kamu jalan yang lurus dengan berqiblatkan Kaabah), begitu jugalah Kami jadikan kamu sebagai umat yang ‘bersifat sederhana dan pertengahan’ agar dengan itu kamu menjadi saksi ke atas manusia. Manakala Rasulullah SAW itu pula, dia menjadi saksi bagi kamu. Dan tidaklah Kami jadikan qiblat kamu sebelum ini melainkan Kami ketahui siapa yang mengikut perintah Rasul dan siapa pula yang memalingkan lehernya (ingkar). Sesungguhnya perintah itu adalah amat berat melainkan bagi mereka yang diberi petunjuk oleh Allah SWT. Dan tidaklah sekali-kali Allah menghilangkan (bukti) iman kamu. Sesungguhnya Allah itu amat melimpah belas kasihan dan rahmatNya (kepada orang-orang yang beriman).” (Al-Baqarah: 143)

Di dalam ayat ini Allah SWT menerangkan bahawa umat Muhammad SAW akan menjadi saksi bagi sekalian manusia di hari Qiamat nanti. Manakala Nabi Muhammad SAW pula akan secara khusus menjadi saksi bagi umatnya. Keterangan tentang hal ini terujuk kepada hadith Nabi SAW:

“Sesungguhnya umat-umat pada hari Qiamat mengingkari tentang perutusan para Nabi. Lantas Allah SWT memerintahkan kepada para Nabi supaya mendatangkan bukti (bahawa mereka telah menyampaikan risalah Allah SWT); dan Allah itu terlebih dahulu mengetahui tentang hakikat ini. Lalu para Nabi datang kepada umat Muhammad SAW untuk mendapatkan kesaksian. Umat-umat yang terdahulu bertanya: bagaimanakah kamu tahu tentang perihal kami (sehingga kamu boleh menjadi saksi bagi kami)? Lalu umat Muhammad SAW menjawab: kami mengetahui tentang perihal kamu semua melalui perkhabaran Allah di dalam kitabNya yang menyebut di atas lisan NabiNya yang benar. Lalu umat Muhammad SAW datang kepada Baginda SAW dan ditanya tentang perihal umatnya. Lalu Muhammad SAW menyucikan umatnya (dari anggapan keraguan) dan bersaksi di atas sifat adil mereka sebagai saksi. Dan demikian itulah Allah SWT menyebut (yang bermaksud): “Maka bagaimanakah tatkala Kami datangkan bagi setiap umat itu saksi (bagi mereka) dan Kami datangkan kamu pula sebagai saksi bagi mereka (umat Muhammad SAW)” [An-Nisaa’ : 41]”

Kualiti yang melayakkan umat Muhammad SAW itu menjadi saksi di hadapan Allah untuk sekalian manusia adalah kualiti Wasathiyyah. Maksud Wasathiyyah di sini adalah keseimbangan yang ada pada Islam dan umatnya di antara dua sempadan keji. Lihat sahaja, Yahudi mencaci pada Rasul dengan menuduh mereke dengan tuduhan zina dan sebagainya, manakala Nasrani pula mengangkat martabat Rasul sehingga kepada ketuhanan lantas bertuhankan manusia. Akan tetapi Islam memuliakan seluruh Rasul dan dalam masa yang sama tidak mengangkat martabat mereka ke darjat melampau yang menceroboh hak Allah SWT.

Sistem sosialis menafikan kewujudan individu dengan anggapan bahawa individu itu hanyalah peralatan negara. Semua hasil perlu diserahkan kepada negara dan kemudian negara mengagihkannya sama rata kepada rakyat supaya secara teorinya, ia dapat membasmi kemiskinan dan jurang antara golongan kaya dan fakir. Manakala sistem kapitalis pula memberikan ketinggian kepada individu sebagai pemilik mutlak kepada sekalian hasil usaha individu berkenaan. Secara teori, ia akan menjadi motivasi yang menggalakkan persaingan dan tentunya persaingan akan meningkatkan mutu. Tetapi sistem sosialis menjadikan sekalian rakyat miskin, dan yang kaya hanyalah pemerintah yang berkuku besi. Manakala kapitalisma pula menjadikan golongan kaya bertambah kaya dan memonopoli segala hasil mahsul, sedangkan yang miskin terus ketinggalan dan tercengkam, lantas jurang antara keduanya terus melebar tanpa sekatan. Padahal Islam datang mengimbangkan antara keduanya. Individu berhak ke atas hasil usahanya, namun masih ada tanggungjawab sosial yang dinaiktarafkan sebagai rukun agama. 2.5% daripada pemilikan hendaklah dibayar sebagai zakat, supaya keseimbangan berlaku dan golongan miskin tidak terbiar hancur lebur oleh rempuhan monopoli pesaing gergasi.

Banyak lagi contoh lain tentang sifat Wasathiyyah di dalam Islam termasuklah perbahasan tentang aqidah Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah di antara Qadariyyah dan Jabariyyah di dalam masalah perbuatan hamba, dan sebagainya.

Sesungguhnya amat mulia dan tinggi sekali kualiti Islam sebagai ad-Deen yang Kamil dan Adil. Inilah yang menjadi keistimewaan umat ini sehingga layak menjadi saksi bagi sekalian umat manusia yang terdahulu.

PERTUKARAN QIBLAT ADALAH UJIAN ALLAH

“Dan tidaklah Kami jadikan qiblat kamu sebelum ini melainkan Kami ketahui siapa yang mengikut perintah Rasul dan siapa pula yang memalingkan lehernya (ingkar). Sesungguhnya perintah itu adalah amat berat melainkan bagi mereka yang diberi petunjuk oleh Allah SWT.” (Al-Baqarah: 143)

Solat yang dikerjakan oleh Nabi SAW dan umat Islam dengan berqiblatkan Baitul Maqdis bukanlah suatu perkara yang mudah. Baginda SAW dan sahabat perlu meninggalkan Kaabah yang lebih dikasihi dan dicintai, di samping mengadap Baitul Maqdis yang menjadi qiblat musuh utama mereka iaitu orang-orang Yahudi. Tambahan pula mulut-mulut manusia bodoh itu sentiasa mempersendakan Rasulullah SAW dan umat Islam yang ‘miskin qiblat’ pada pengamatan dangkal mereka. Sesungguhnya semua ini adalah ujian Allah dan ia memang berat kecuali bagi mereka yang beroleh petunjuk dari Allah SWT.

IMAN GOLONGAN TERDAHULU TIDAK SIA-SIA

“Dan tidaklah sekali-kali Allah menghilangkan (bukti) iman kamu. Sesungguhnya Allah itu amat melimpah belas kasihan dan rahmatNya (kepada orang-orang yang beriman).” (Al-Baqarah: 143)

Para sahabat tertanya-tanya, bagaimana pula dengan hal mereka yang dahulunya bersolat mengadap Baitul Maqdis dan kemudiannya telah meninggal dunia. Pertanyaan mereka itu adalah dengan rasa kebimbangan kalau-kalau iman mereka itu tersia-sia. Kerana itulah mereka menimbulkan persoalan ini dengan mengemukakan alasan bahawa bahkan mereka yang telah mati itu, mati kerana syahid terbunuh mempertahankan Islam. Alangkah ruginya jika iman mereka tersia-sia. Lantas Allah SWT menjawab, “Dan tidaklah sekali-kali Allah menghilangkan (bukti) iman kamu.”

Di dalam ayat ini juga Allah SWT menamakan solat itu sebagai Iman. Benar sekali kerana solat itu adalah ibu kepada segala ibadah dan di situlah letaknya benih, baja dan tunas kepercayaan kita kepada Allah SWT. Sesungguhnya solat dan Iman mereka tidak akan sekali-kali tersia-sia kerana mereka itu semasa hayatnya, bersolat mengadap Baitul Maqdis adalah kerana ketaatan mereka kepada Allah, sama seperti ketaatan kamu pada hari ini yang bersolat mengadap ke Kaabah, juga dengan perintah Allah SWT.

PENGAJARAN

Banyak sekali pengajaran yang boleh kita perolehi daripada peristiwa ini. Kita melihat bagaimana Nabi SAW dan para sahabat menunjukkan sikap bagaimana perintah Allah SWT itu dilaksanakan serta-merta tanpa bertangguh. Tidak pula mereka menghabiskan dahulu solat yang sedang dilakukan dan menunggu solat berikut untuk mengadap ke arah qiblat yang baru. Berbeza sekali dengan sikap kebanyakan umat Islam hari ini. Di dalam aspek individu, kita suka menangguhkan kewajipan. Dari aspek individu kita tangguhkan qadha’ puasa, kita lewatkan pembayaran hutang, dan tidak mengerjakan solat di awal waktu dan pelbagai lagi kelewatan yang berlaku tanpa uzur dan tanpa sebab selain kerana lemah dan cacatnya iman itu sendiri.

Manakala dari aspek yang lebih besar, bagaimana masyarakat kita amat gemar melewatkan pengagihan harta pusaka dan ‘perbicaraan kuasa’ ke atas tanah sehingga menjadi beban kepada anak-anak di masa hadapan serta kerap kali menjadi punca kepada keretakan hubungan keluarga apabila timbulnya krisis harta pusaka.

Begitu juga di dalam aspek kenegaraan, hukum hakam Islam dari segi ekonomi, politik, perundangan dan sebagainya, banyak sekali hukum Allah yang diK.I.Vkan (keep in view) dengan pelbagai alasan bahkan sesetengahnya tanpa alasan. Jika dilaksanakan peraturan Islam, bimbang nanti timbul masalah ini dan itu. Keterlibatan badan-badan Islam di dalam perniagaan yang tidak Islamik juga tidak dapat dihentikan serta-merta walaupun hukumnya telah diperjelaskan, kerana beralasan menanti harga saham stabil!. Jauh benar akhlaq kita hari ini dari sikap yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.

Peristiwa ini juga menunjukkan kepada penerimaan pakai Hadith Aahaad, bilamana pemberitaan tentang pertukaran qiblat hanya disampaikan oleh seorang sahabat.

Begitu juga, sikap dan akhlaq Yahudi yang mesti kita berikan perhatian. Banyak sekali usaha yang telah dibuat untuk mencenderungkan hati mereka kepada Islam sehinggakan Nabi SAW berkorban jiwa dan perasaan, bersolat mengadap qiblat mereka bersama ejekan dan sendaan yang tidak lekang dari telinga. Apakah ada faedahnya? Apa yang pasti, pendirian Yahudi itu adalah akhirnya sebagaimana yang disebut oleh Allah SWT:

“Yahudi itu tidak akan sekali-kali redha dengan kamu, Nasrani itu juga tidak akan sekali-kali redha dengan kamu, sehinggalah kamu mengikut cara hidup dan kehendak mereka.” [al-Baqarah : 120]

Semoga peristiwa ini menjadi teladan kepada kita semua dalam mengharungi kehidupan di akhir zaman yang penuh fitnah. Wallahu A’lam bis Sawaab.

Wassalamualaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh

ABU SAIF @ www.saifulislam.com

Menggapai Amalan Tertinggi

Allah SWT telah banyak mengingatkan hamba-Nya akan Taqwa. Terdapat satu ayat yang benar-benar menghembuskan tiupan kesedaran kepada sesiapa sahaja yang masih mempunyai mata hati untuk merenungnya. Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang akan diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr: 18)

Ayat ini khusus ditujukan hanya untuk orang-orang beriman, dimana Allah memerintahkan agar kita takut kepada-Nya dan memikirkan tentang apa yang akan dilakukan pada hari esok dan masa akan datang. Hal ini sangat penting bagi seorang muslim yang beriman, sehingga dia tidak akan membiarkan masanya berlalu begitu sahaja, apatah lagi mengisinya dengan perbuatan yang memaksiati Allah SWT, na’udzubillah min dzalik.

Oleh itu, mari kita lihat perjalanan hidup manusia. Cuba kita bayangkan bahawa kehidupan ini berjalan bagaikan satu garis yang lurus, panjang, dan tidak terputus-putus, yakni tidak berpenghujung. Garis yang sangat panjang itu dibahagikan menjadi 3 bahagian. Bahagian yang paling kecil itu berada di tengah-tengah garisan, malah ianya hanyalah sebesar titik kecil. Garis sebelumnya itu adalah garisan yang sangat panjang yang kita tidak tahu dimanakah permulaan garisan itu. Garisan yang dibahagian terakhir itu adalah garisan yang begitu panjang sehinggakan ianya tidak mempunyai pengakhiran.

Ketahuilah, bahawa garisan panjang dibahagian pertama itu adalah masa ketika kita berada di alam roh dan ketika kita berada di dalam rahim ibu. Garisan di bahagian kedua yang sangat pendek itulah yang mewakili kehidupan kita di dunia, yang menunjukkan kehidupan kita di dunia ini pada hakikatnya sangat singkat! Garisan di bahagian ketiga yang tidak berpenghujung itu pula adalah masa setelah kita meninggalkan dunia ini, masa penentuan dimana kita akan ditempatkan samada di syurga mahupun neraka. Setelah manusia mati, Jika dia gagal dalam kehidupannya di dunia, maka dia akan menderita, tersiksa, teraniaya, untuk selama-lamanya. Namun, apabila dia berhasil dalam kehidupannya di dunia, maka dia pasti akan bahagia untuk selama-lamanya.

Seharusnya kita sedar bahawa hidup ini hanyalah sekali, dan ia tidak mungkin akan dapat diulang lagi. Sekiranya seorang pelajar yang gagal di dalam peperiksaan, dia pasti akan merasakan perasaan yang malu dan sedih di atas sebab dia mensia-siakan masa lapang ketika dia mempunyai peluang untuk mengulangkaji pelajaran. Walau sedalam mana sekalipun kesedihan pelajar itu, dia masih mampu untuk berusaha kembali dan mengulang kembali peperiksaan itu sehingga dia beroleh keputusan yang cemerlang. Namun, sekiranya seseorang yang membuat banyak maksiat telah mati tanpa bertaubat dan kemudiannya dihadapkan di hadapan Allah untuk diputuskan oleh-Nya neraka, apakah dia masih boleh untuk meminta ditangguhkan keputusan itu dan kembali mengulang kehidupan di dunia sekali lagi? Ingatlah, bahawa sesungguhnya kehidupan di dunia ini benar-benar singkat. Hal ini dikhabarkan oleh Allah SWT:

“Pada hari mereka melihat hari kebangkitan itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu petang atau pagi hari” (QS. An-Nazi’at: 46)

Selama ini kita merasakan bahawa umur kita masih panjang lagi, kerana kita merasakan bahawa kita masih muda dan masih mempunyai masa yang lama untuk bertaubat. Sedangkan Allah mengingatkan bahawa kehidupan di dunia itu bagaikan sepetang atau sepagi sahaja, tidak sampai satu hari pun!

Rata-rata umur umat nabi Muhammad saw itu hanyalah sekitar 60 tahun sahaja. Dengan masa yang panjang sebanyak 60 tahun itu, apakah kita dapat menggunakan kesemuanya untuk beribadat? Tidak sama sekali. Maka kita harus menolaknya dengan 15 tahun dahulu ketika kita masih belum baligh dan berada di zaman kanak-kanak. Dalam tempoh masa ini, kita tidak akan dihisab. Baki sebanyak 45 tahun itu hendaklah kita tolak dengan masa kita tidur. Kebanyakan manusia itu tidur sebanyak 8 jam sehari. Di dalam sehari ada 24 jam, maka sedar tak sedar, kita sebenarnya telah menghabiskan 1/3 kehidupan kita hanya dengan tidur semata-mata! 1/3 daripada 45 tahun itu bersamaan 15 tahun. Maka kita akan menghabiskan masa sebanyak 15 tahun hanya untuk tidur. Oleh itu, mereka yang membuang masa dengan tidur tanpa melakukan pekerjaan yang bermakna itu adalah orang yang sia-sia. 45 tahun itu sekiranya ditolak 15 tahun tempoh tidur itu berjumlah 30 tahun. Maka sebenarnya kita hanya akan dipertanggungjawabkan oleh Allah untuk tempoh 30 tahun ini sahaja di dunia!

Persoalannya, apakah kita benar-benar menggunakan keseluruhan 30 tahun ini untuk beribadat kepada Allah? Kebanyakan pelajar hari ini menghabiskan masa mereka dengan bermain game, internet, bola sepak, melepak, berkaraoeke, tidur di siang hari, malah melakukan maksiat melihat pornografi, melakukan pergaulan bebas (couple), merempit, dan banyak lagi kemaksiatan yang lain! Bagaimanakah keadaannya kita di akhirat kelak?

Sesungguhnya, di hari akhirat kelak, setiap manusia akan mengalami penyesalan yang benar-benar dahsyat. Tidak akan ada seorang pun yang terlepas daripada penyelesalan tersebut. Terdapat empat jenis kelompok orang yang menyesal:

1. Kelompok yang PALING BERAT penyesalannya
2. Kelompok yang BERAT penyesalannya
3. Kelompok yang RINGAN penyesalannya
4. Kelompok yang PALING RINGAN penyesalannya

Kelompok pertama yang paling berat penyesalannya itu ialah orang-orang kafir yang telah menolak Islam, menolak Allah sebagai Tuhannya, dan memerangi serta membunuh orang-orang Islam. Merekalah golongan yang mengalami penyesalan yang sangat dahsyat kerana dihumban ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kelompok kedua ialah orang yang berat penyesalannya. Mereka ini adalah orang Islam yang banyak melakukan dosa dan maksiat, mereka ini ketika masih hidup di dunia sering melakukan dosa walaupun dia sedar akan perbuatannya itu termasuk dalam dosa, namun masih mempertuhankan hawa nafsu sekaligus membuang keimanannya ke tong sampah. Mereka ini akan dimasukkan ke dalam neraka juga. Kelompok ketiga ialah orang yang ringan penyesalannya. Mereka ini adalah orang-orang yang dimasukkan ke dalam syurga, tetapi masih menyesal juga kerana berada di dalam syurga yang berada di tingkat yang paling bawah. Mereka bertanya kepada diri mereka sendiri,

“Seandainya aku menambahkan lagi amalan solat malam aku, pasti Allah akan mengganjarkan lebih lagi!”

Kelompok yang paling ringan penyesalannya ialah mereka yang berada di dalam syurga, tetapi tidak di tingkat syurga yang tertinggi, iaitu di tempat para anbiya’ dan syuhada’ ditempatkan.

“Penghulu syuhada adalah Hamzah ibn Abi Thalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang jahat dan zalim, lalu menyerunya berbuat baik dan mencegahnya berbuat mungkar, kemudian ia dibunuh (oleh penguasa tersebut)” [HR Hakim].

Persoalan timbul lagi, dalam umur yang sangat singkat ini, bagaimanakah kita mampu untuk melakukan ibadat yang sebanyak mungkin untuk menampung kehidupan di akhirat yang selama-lamanya dan tidak akan berpenghujung? Bagaimanakah caranya agar kita dapat memiliki amal yang sebanyak-banyaknya? Bahkan, amal yang dapat melampaui umur kita sendiri…?

“Sesungguhnya kami menghidupkan orang-orang mati dan kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan ‘bekas-bekas’ yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh mahfuzh)” (QS. Yasin: 12)

Ayat di dalam surah Yasin ini menerangkan bahawa ada dua perkara yang akan menjadi bekalan kita di hadapan Allah kelak. Iaitu amalan yang kita lakukan sebelum kita mati, dan juga ‘bekas-bekas’ yang kita tinggalkan. ‘Bekas-bekas’ inilah yang akan membantu kita mendapatkan sebanyak mungkin pahala! Apakah ‘bekas-bekas’ itu?

“Barang siapa yang mengajak pada petunjuk, maka baginya adalah pahala orang yang mengikuti ajakannya, tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang mengajak pada kesesatan, maka baginya menanggung dosa seperti dosa orang-orang yang mengikuti ajakannya itu, tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka itu” (HR. Muslim)

Orang yang mengajak kepada petunjuk itu adalah orang yang mengajak kepada kebaikan amar ma’ruf nahi munkar, iaitu orang yang melaksanakan dakwah. Apabila orang yang diajarkan itu mangamalkannya, maka pahala itulah yang akan menjadi ‘bekas-bekas’ yang kita tinggalkan. Bayangkan, sekiranya orang yang kita dakwahkan itu mendakwahkan kepada 100 orang lagi, kemudian 100 orang itu mendakwahkan kepada 1000 orang lagi, tentu pahala itu akan menjadi berlipat kali ganda. Malah, pahala itu akan terus kita dapat selagi mana orang mengamalkan ilmu yang diajarkan oleh kita itu masih hidup.

Lihatlah bagaimana dakwah yang telah dihasilkan oleh pendahulu kita. Para wali songo, adalah antara orang-orang yang pertama menyebarluaskan Islam di Tanah Jawa yang mana saat ini terdapat 200 juta umat Islam di situ! Maka pahala sebanyak 200 juta orang itu akan mengalir kepada wali songo sehingga ke hari kiamat! Jika sekarang ramai orang yang mengamalkan kitab yang ditulis Imam Syafie, berapa banyakkah pahala yang akan diterima oleh beliau? Jika pada hari ini terdapat 1.57 billion umat Islam, siapakah yang akan turut mendapatkan pahala yang mengalir itu? Rasulullah SAW dan para sahabat, kerana merekalah orang-orang yang pertama mengembangkan ajaran Islam keseluruh dunia. Maka, bagaimana dengan kita? Mungkinkah kita mengikut jejak-langkah mereka? InsyaALLAH, asalkan kita memiliki amalan yang besar dan agung sebagaimana para sahabat Rasulullah SAW. Apakah amalan itu?

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS. Ali Imran: 110)

‘Kamu’ di dalam ayat diatas merujuk kepada para sahabat kerana mereka adalah orang-orang yang menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Walaubagaimanapun, kita juga boleh menjadi orang yang termasuk di dalam ayat itu sekiranya kita juga melakukan perkara yang sama. Kerana kaedah syara’ menyatakan,

“Al-‘ibroh bi ‘umum al-lafdzi la bi khususi sabab” (“Pengajaran itu diambil dari segi keumuman lafaznya, bukan kerana kekhususan sebab.”)

Maka sekiranya kita cuma berfikir untuk berdakwah pada keluarga kita, maka pahala yang akan kita dapat itu pasti sekitar keluarga kita sahaja. Tetapi sekiranya kita juga berfikir untuk berdakwah kepada rakan-rakan kita, pastinya pahala yang akan kita dapatkan itu sekitar rakan-rakan kita. Sekiranya kita berfikir untuk berdakwah di surau kita, pastinya pahala itu sekitar orang-orang yang datang ke surau sahaja. Sekiranya kita berfikir untuk berdakwah di kampus kita, pastinya pahala itu sekitar di kampus sahaja. Sekiranya kita berfikir untuk berdakwah di Malaysia, pastinya pahala itu sekitar penduduk Malaysia berjumlah 27 juta sahaja. Tetapi, sekiranya kita berfikir untuk berdakwah ke seluruh dunia, maka pastilah pahala itu akan didapatkan sebanyak yang kita usahakan! Maka, yang terbaik adalah menjadi pemimpin kepada orang-orang yang mendakwahkan Islam ke seluruh dunia secara global!

Bagaimanakah kita mahu memimpin dunia, sedangkan pada saat ini, kuffar barat Amerika yang menguasai dunia dan membantai habis-habisan umat Islam? Kuffar barat Amerika menguasai dunia dengan undang-undang demokrasi yang mereka bawa hingga ke Afghanistan, Iraq dan seluruh dunia dalam usaha mereka mendominasi dunia! Maka apakah yang tinggal pada umat Islam saat ini? Apakah umat Islam yang memimpin dunia dan menebarkan cahaya Islam ke seluruh dunia pada saat ini? Tidak! Maka sudah tiba saatnya untuk umat Islam berfikir tinggi, untuk menyatukan kembali umat Islam diseluruh dunia dengan cara membuangkan pemikiran kebanggaan kepada bangsa sendiri, kerana umat islam itu hanya disatukan dengan aqidah Islam, bukan dengan ikatan nasionalisme.

Umat Islam pernah menjadi pemimpin dunia pada satu masa dahulu, selama 1300 tahun di bawah negara yang bergelar Daulah Khilafah. Daulah Khilafah ini telah dipimpin oleh para Khulafa’ Ar-Rasyidin, para Khalifah ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Uthmaniyyah. Daulah Khilafah ini telah dihancurkan pada tahun 1924 oleh pengkhianat Mustafa Kamal la’natullah ‘alaih dengan bantuan penjajah kuffar British dan pemberontak raja Arab Saudi. Mulai daripada tanggal keruntuhan Daulah Khilafah itulah, umat Islam dipecahkan menjadi 57 buah negara yang kecil dan dihadiahkan kemerdekaan yang palsu sehingga masing-masing berbangga dengan negara mereka yang kecil dan lemah. Ketika umat Islam telah hilang kesatuan mereka itulah kuffar menceroboh masuk ke tanah Palestin, Iraq, Afghanistan, Kashmir dan banyak lagi tempat kerana mereka tahu bahawa kaum muslimin tidak akan pernah membantu antara satu sama lain. Kerana apa? Kerana mereka telah hilangnya kepimpinan tertinggi Islam, iaitu Daulah Khilafah. Sebuah Negara yang akan menerapkan hukum-hukum serta undang-undang Islam, dan bukan lagi demokrasi, sebuah negara yang akan melindungi harta, darah, dan nyawa umat Islam! Sudah tiba masanya umat Islam menggiatkan dakwah agar dapat meraih amalan dan kepimpinan tertinggi!

Sampai bilakah umat Islam akan terus tertindas? Sampai umat Islam bangkit, untuk berjuang bersama-sama menegakkan kepimpinan tertinggi umat Islam, iaitu Daulah Khilafah yang akan menerapkan syariat Islam. Allahu Akbar!

KISAH IBNU NAFIS

Beliau adalah seorang doktor perubatan yang terkenal. Beliau juga adalah orang pertama yang menjumpai teori perjalanan darah pada kurun ketujuh Hijrah.
Diriwayatkan bahawa Ibnu Nafis seorang yang tidak suka membuang masa. Apabila ingin menulis beliau akan memalingkan mukanya mengadap dinding, kemudian mula menulis daripada ilmu pengetahuannya tanpa merujuk apa-apa kitab. Dikatakan beliau menulis laju seperti air yang mengalir. Apabila penselnya tumpul beliau akan mencampaknya ke suatu tempat khas kemudian mengambil pensel baru, oleh yang demikian beliau akan pastikan pensel-pensel yang telah diasah tersedia di atas mejanya sebelum memulakan penulisan kerana ditakuti masanya akan terbuang dengan mengasah pensel-pensel berkenaan.
Satu ketika, beliau masuk tandas untuk mandi, kemudian keluar kembali seraya meminta pen, dakwat dan kertas, justeru menulis satu karangan mengenai denyutan nadi. Setelah itu beliau masuk semula ke dalam tandas untuk menghabiskan mandiannya
Kisah Ibnu Jauzi
Setiap kali selepas mengasah penselnya, Ibnu Jauzi akan mengumpul habuk tersebut di dalam satu bekas khusus. Apabila beliau jatuh sakit, beliau mewasiatkan agar habuk tersebut dijadikan bahan bakar untuk memasak air mandian mayatnya. Apabila beliau wafat, sahabat dan kerabat beliau melaksanakan wasiat yang ditinggalkan, ternyata habuk pensil tersebut sempat memanaskan air mandian mayatnya malah ianya masih berbaki sedikit.
Kisah Imam at-Tabari
Beliau seorang ahli tafsir yang masyhur. Beliau juga terkenal dengan pengawasannya terhadap ilmu pengetahuan. As-Simsimi berkata: Beliau menulis setiap hari empat puluh helaian dalam masa empat puluh tahun.
Muridnya (al-Qadhi Abu Bakar) telah meriwayatkan bahawa beliau seorang yang terlalu menjaga rutin hariannya. Selepas mengambil sarapan pagi beliau akan tidur kemudian bangun dan solat zohor. Sejurus kemudian beliau akan mula menulis hingga masuk waktu Asar. Pabila selesai menunaikan Fardhu Asar, dia akan bersama murid-muridnya menelaah ilmu sehingga Maghrib. Selepas Maghrib pula beliau akan mengajar ilmu Feqah sehingga larut malam.
Kalau kita perhatikan, betapa beliau pandai membahagikan masa dan usianya demi kepentingan agama, masyarakat dan dirinya sendiri. Beliau tidak pernah membazirkan walaupun sesaat pada perkara yang tidak berfaedah, masa baginya biarlah digunakan untuk perkara-perkara yang berfaedah ataupun untuk mengambil faedah daripada orang lain. Inilah dia ikutan kita, seorang ahli agama yang menggadaikan umurnya semata-mata untuk agama, untuk Allah, untuk beribadah dalam erti kata yang sebenarnya.
Sebuah kisah lain, antara lainnya mengisahkan kehidupan Imam at-Tabari yang tidak boleh terpisah daripada ilmu. Kisah ini diriwayatkan oleh salah seorang sahabat beliau (al-Murafi bin Zakaria) yang datang menziarahi waktu sakitnya. Apabila Imam at-Tabari mendengar salah seorang pelawat membaca doa ke atasnya lalu dia berkata, tolong ambilkan aku sebatang pen dan sehelai kertas, kemudian beliau menulis doa tersebut. Salah seorang daripada mereka bertanya: Apakan kamu masih menulis ilmu sedangkan kamu dalam keadaan begini? Jawab beliau: Sememangnya menjadi kewajipan setiap manusia untuk tidak meninggalkan ilmu berlalu pergi begitu sahaja hingga mati.
Kisah Sulaim ar-Razi
Imam Sulaim ar-Razi ini merupakan seorang yang amat mementingkan masa dan ilmu, warak dan selalu menghisab dirinya. Beliau tidak pernah meninggalkan sedetik waktu tanpa faedah. Samada beliau akan belajar, mengajar, menyalin ataupun membaca. Diriwayatkan daripada beliau sendiri: Aku sempat menghabiskan satu juzuk (bab) bacaanku di dalam perjalanan pulang ke rumahku.
Perkara ini diakui oleh salah seorang sahabat beliau (al-Muammil bin al-Hassan): Aku terlihat Sulaim mengasah pensel sambil mulutnya terkumat kamit menyebut sesuatu. Pabila ditanya, aku mengetahui beliau sedang membaca al-Quran semasa mengasah pensel nya, kerana ditakuti masa akan berlalu begitu sahaja tanpa beliau mengambil apa-apa faedah ataupun suatu tindakan yang positif. Inilah dia seorang ulama’ Islam yang hidup di zaman silam, oelh sebab itulah tidak dinafikan bahawa Islam pada zaman mereka telah melalui satu zaman kegemilangan yang tidak ada tolok bandingnya.
Kisah Imam al-Juwaini
Beliau adalah Imam masjid al-Haram dan masjid an-Nabawi. Katanya: Aku tak tidur dan tak makan pada kebiasaannya, tetapi apabila terlalu mengantuk aku tertidur, samada pada waktu malam ataupun siang, begitu juga aku makan jika aku terasa nak makan, tidak kira masa dan ketika. Hal ini menggambarkan betapa kelazatannya hanya tertumpu pada ilmu semata-mata.
Kisah Abu al-Wafa
Imam Abu al-Wafa’ pernah berkata: Tidak bisa untukku persiakan setiap detik kuniaan yang Maha Esa buatku, hatta kalaulah lidahku kelu untuk meneruskan hafalan dan mataku penat menatapi patah tulisan, aku akan berusaha menggerakkan fikiranku dengan memikirkan sesuatu cadangan maupun permasalahan, aku tidak akan berasa lega dan berpuas hati melainkan setelah aku mendapati jalan penyelesaiannya.
Aku juga mendapati, kesusahan menghadapi ilmu ini pada usiaku lapan puluhan lebih daripada usiaku dua puluhan. Aku juga berusaha sedaya upaya untuk mengurangkan masa makanku, kadangkala aku hanya memadai dengan sepotong kek dan seteguk air sejuk. Sehingga aku dapat meluangkan semaksima masa yang mungkin untuk ilmu pengetahuanku. Sesungguhnya harta yang paling berharga di sisi ulama ialah waktu dan ilmu. Kerana waktu itu tidak akan menunggu seseorang sebaliknya tanggungjawab yang datang bertandang pula bertindan-tindan.
Setelah tiba saat kewafatan beliau, kedapatan wanita menangis kerana tidak mahu terpisah daripada insan tersayang, tetapi beliau dengan tenang berkata: “Sesungguhnya aku takut berbuat dosa pada Tuhan Yang Rahman selama lima puluh tahun. Kerana selama masa tersebut aku telah mengeluarkan fatwa-fatwa yang mungkin tidak bertepatan dengan kehendak Allah. Maka doakanlah agar aku diampuni-Nya.”
Beliau meninggal dunia tanpa meninggalkan apa-apa pesaka melainkan kitab-kitab nya yang banyak serta beberapa helai pakaian yang hanya cukup untuk dijadikan kain kafan serta membayar segala hutang-hutangnya. Lihatlah betapa agungnya pengorbanan seorang hamba terhadap tuhannya yang Esa. Walaupun telah banyak mengorbankan masanya demi kepentingan agama, tapi masih tidak berpuas hati, masih lagi takut seksa Ilahi. Tapi kita, apakah yang kita cari? Renungilah perbuatan-perbuatanmu wahai diri.
Kisah Imam ar-Razi
Imam ar-Razi adalah seorang ahli tafsir yang terkemuka pernah berkata: Sesungguhnya aku sangat menyesali kerana tidak dapat mengulangkaji ilmu ketika makan, sesungguhnya masa dan usia itu amat mahal harganya.
Kisah Ibnu Asakir
Diriwayatkan daripada anaknya al-Qasim: Ayahku seorang yang terlalu menjaga solat jamaah dan bacaan al-Quran. Beliau akan khatam al-Quran tersebut pada tiap-tiap hari jumaat dan setiap hari di bulan Ramadhan. Beliau juga sentiasa beriktikaf dalam masjid dan membanyakkan perkara-perkara sunnat serta zikir.
Salah seorang muridnya (Abu al-Mawahib) juga berkata: Aku tidak pernah melihat seseorang yang boleh menandingi Ibn Asakir di dalam banyak perkara, seperti mengikuti cara ibadah yang sama sepanjang empat puluh tahun, sentiasa berada di saf yang pertama setiap waktu sembahyang kecuali jika ada keuzuran, sentiasa beriktikaf di masjid pada bulan Ramadhan dan sepuluh Zulhijjah, tidak meminta untuk menjadi seorang pemimpin ataupun khatib (pembaca khutbah, kerana martabat pembaca khutbah pada masa itu terlalu tinggi), beliau juga selalu menasihati manusia ke arah kebaikan dan melarang mereka daripada berbuat kejahatan, tanpa gentar kepada sebarang ugutan ataupun celaan orang-orang yang mencela.
Kisah Ibnu Malik
Beliau adalah seorang ahli Nahu yang terkenal. Seorang yang banyak merujuk dan cepat menyemak. Beliau tidak akan menulis sesuatu tanpa merujuk kepada kitab asal. Para sahabatnya tidak pernah melihat beliau membuat perkara yang sia-sia, kecuali melihat beliau samada sedang solat ataupun membaca al-Quran ataupun mengarang ataupun membaca kitab.
Dan diantara perkara ajaib yang menandakan betapa beliau mengambil berat masalah ilmu dan waktunya iaitu apabila anak lelakinya datang melawat beliau masa sakitnya, bersama anak tersebut lapan bait (baris) syair, maka beliau meminta agar anaknya membaca syair-syair tersebut kemudian beliau menghafalnya sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, rahimahullah.
Seterusnya peristiwa ini mengiyakan kata pepatah: Setinggi mana gunung didaki kamu akan dapati apa yang kamu hajati. Di mana ada kemahuan di situ ada jalan.
Inilah kisah-kisah yang dicedok daripada kitab: Nilai Masa Di Sisi Ulama karangan Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah. Kitab ini antara lainnya menceritakan kesabaran para ulama silam mencari ilmu walaupun terpaksa berpisah daripada isteri kesayangan, anak yang menjadi cahaya kehidupan, bahkan mereka sanggup mengurangkan rutin harian mereka seperti makan, minum serta tidur.
Oleh sebab itu, tidak pelik jika kita perhatikan Islam pernah gemilang di suatu zaman dahulu, malah kita masih berbangga dengan kegemilangan tersebut hingga ke hari ini. Apakah cukup hanya dengan kita berbangga? Adakah Islam akan kembali gemilang dan memerintah dunia hanya kerana kita bangga dengan apa yang umat Islam telah capai dahulu? Justeru itu, marilah kita mendalami kisah hidup para ulama’ yang hidup pada zaman tersebut, pada tangan merekalah datangnya kegemilangan. Apakah yang mereka lakukan sehingga mereka menjadi begitu hebat? Inilah dia pegangan mereka, mereka sanggup buat segala-galanya kerana pentingkan ilmu, hanya demi agama Allah yang suci murni.
Diharapkan melalui kisah-kisah ini pembaca sekalian mendapat sedikit motivasi untuk menjaga dan memprogramkan hidup mereka seharian. Semoga dengan program tersebut mereka lebih berasa lazat berdampingan dengan ilmu pengetahuan daripada keasyikan dunia fana.

KRITERIA MEMILIH PASANGAN HIDUP MENURUT ISLAM

Belahan-jiwaSetelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.

Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.

Lalu bagaimanakah supaya kita selamat dalam memilih pasangan hidup untuk pendamping kita selama-lamanya? Apakah kriteria-kriteria yang disyariatkan oleh Islam dalam memilih calon istri atau suami?

A. Kriteria Memilih Calon Istri

Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya :

1. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta, keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.

Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)

Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah berfirman :

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26)

Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu tersebut agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya :

“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)

Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

2. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.

Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :

a. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.

b. Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu pun akan seperti itu.

3. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.

Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis :

Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”

4. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.

Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas.

Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya.

Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.

B. Kriteria Memilih Calon Suami

1. Islam.

Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)

2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.

Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)

Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur : 32)

Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaan dan keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagaimana memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalankan kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.

Jika dia merasa ada kekurangan pada diri si istri yang dia tidak sukai, maka dia segera mengingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu :

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki-laki) pada Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai.” (HR. Muslim)

Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan ketakwaannya, Al Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :

“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia tidak akan mendzaliminya.”

Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya mengamati kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya.

Demikianlah ajaran Islam dalam memilih calon pasangan hidup. Betapa sempurnanya Islam dalam menuntun umat disetiap langkah amalannya dengan tuntunan yang baik agar selamat dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Wallahu A’lam Bis Shawab.

~ oleh Gugun di/pada Maret 18, 2009.

Aurat Wanita:Perbandingan 4 Mazhab

Semua badannya, kecuali muka dan dua tapak tangan. Mubah (harus) didedahkan muka dan dua tapak tangannya di jalan dan di hadapan lelaki ajnabi, tetapi sengan syarat aman daripada fitnah. Jika ditakuti fitnah, maka wajib ditutup

HAMBALIYY – Ada dua qawl:
1. Semua badannya kecuali muka dan dua tapak tangan. Muka dan dua tapak tangannya halal dilihat lelaki ajnabi, jika aman daripada fitnah. Tetapi wajib ditutup sekiranya ditakuti mendatangkan fitnah.

2. Semua badannya, tanpa kecuali. Ini berdasarkan kepada satu riwayat daripada Iman Ahmad dan inilah qawl yang paling sahih.

SHAFI’IYY Ada dua qawl berdasarkan dua riwayat daripada Iman Shafi’iyy:
1. Semua badan, tampa kecuali. Inilah qawl yang paling sahih atau paling nyata atau mu’tamad, sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Hajar al-Haytamiyy di dalam az-Zawajir dan al-Baydawiyy di dalam Tafsirnya dan juga para Ulama’ Shafi’iyyah.

2. Semua badan, melainkan muka dan dua tapak tangan. Mubah didedahkan muka dan dua tapak tangan di hadapan lelaki ajnabi dengan syarat aman daripada fitnah. Wajib tutup muka dan dua tapak tangan itu bukan kerana ianya aurat, tetapi kerana menutup pintu fitnah dan fasad.

HANAFIYY Ada dua qawl, derdasarkan dua riwayat daripada Iman Abu Hanifah:
1. Semua badan kecuali muka dan dua tapak tangan. Mubah di dedahkan muka dan dua tapak tangan di jalan dan di depan lelaki ajnabi dengan syarat aman dari fitnah. Jika ditakuti mendatangkan fitnah atau membawa kepada fasad, maka wajib ditutup.

2. Semua badannya, kecuali muka, dua tapak tangan dan dua qadam (iaitu tapak kaki) dan pergelangannya
KASIHNYA Allah PADA WANITA

“Keistimewaan yang Tuhan berikan kepada wanita terlalu

banyaknya”. “Kasihnya Tuhan kepada wanita!” Itulah kata-kata yang paling mudah digunakan untuk menggambarkan ‘layanan’ istimewa terhadap wanita dalam Islam. Sesungguhnya, tidak akan ada mana-mana ajaran, ideologi, isme atau agama lain yang dapat melayan wanita dengan sebegitu baik sepertimana Islam melayan wanitanya. Malah, kalau bergabung pun kesemua wanita yang cerdik pandai, berharta dan berkuasa di seluruh dunia ini untuk menambah hak dan pengiktirafan buat mereka, mereka pasti tidak akan mencapai taraf kemuliaan serta layanan baik yang Allah SWT tawarkan buat seorang wanita di dalam Islam.

Namun, ramai wanita yang tidak memahami hal ini. Lantaran itu kebanyakan mereka tertipu oleh nafsu sendiri dan merasa terkongkong dengan amalan atau larangan tertentu yang digunakan ke atas wanita Islam seperti amalan menutup aurat, larangan bergaul bebas, poligami, larangan wanita menjadi pemimpin dan lain-lain lagi. Mereka cukup takut dan gerun dengan kesemua amalan atau larangan yang dianggap sangat menindas wanita. Walhal kalau dikaji setiap satu amalan atau larangan itu, mudah sahaja untuk melihat hikmah dan kebaikannya kepada kaum wanita itu sendiri.

Lalu kita melihat apa yang diperjuangkan oleh pejuang-pejuang hak wanita ialah mereka kalau boleh tidak mahu sebarang sekatan dikenakan ke atas mereka. Tentulah ini tidak munasabah. Sedangkan manusia sendiri banyak membuat peraturan-peraturan serta larangan itu dan ini, atas alasan hendak menjaga keselamatan diri atau masyarakat awam. Contohnya, dalam soal lalu-lintas, terlalu banyak peraturan dan larangan yang manusia buat seperti jangan memandu melebihi had laju, tidak boleh letak kereta di garisan kuning, mesti berhenti apabila ada isyarat lampu merah, mesti hidupkan lampu selepas pukul 7 malam dan berbagai-bagai lagi. Kalau dalam bidang sekecil ini pun perlu banyak peraturan dan larangan, sudah tentulah dalam bidang kehidupan lebih memerlukan lagi, dan lebih-lebih lagilah kalau skopnya itu jauh lebih luas iaitu untuk keselamatan dunia dan Akhirat.

Tuhan sebenarnya sangat kasih dan memuliakan kaum wanita. Segala suruhan dan larangan yang Tuhan kenakan ke atas kaum wanita tidak lain dan tidak bukan ialah untuk memastikan keselamatan dirinya dan masyarakat dan sekali-kali bukan untuk menyusahkan mereka. Tetapi, atas hujah dan alasan apa dakwaan ini dibuat? Mari kita lihat satu persatu pengiktirafan yang diberikan olehTuhan kepada wanita, sama ada setara langsung atau pun tidak.

i) Gelaran bagi `isteri’ di dalam Al Quran

Perkataan yang Allah SWT gunakan di dalam Al Quran untuk menunjukkan suami atau isteri adalah perkataan yang sama, sedangkan dalam bahasa- bahasa lain, perkataan untuk suami dan perkataan untuk isteri menggunakan dua perkataan yang berbeza. Misalnya, dalam bahasa Inggeris, perkataan untuk suami ialah `husband’ manakala perkataan untuk isteri ialah `wife’. Sementara dalam bahasa Perancis pula, perkataan untuk suami ialah `mari’ manakala perkataan `femme’ untuk isteri.

Tetapi di dalam Al Quran, suami dan isteri tidak disebut dua perkataan yang berbeza `zaujuh’ dan `zaujati’. Hanya satu perkataan yang digunakan untuk kedua-duanya iaitu `zaujuh’ yang bermakna `pasangan’. Islam melihat suami dan isteri adalah pasangan, penutup dan juga pelindung buat yang lain. Mereka dilihat sebagai sepasang, bukan berasingan. Sudah tentulah ini bermakna yang kaum lelaki di dalam Islam tidak dianggap lebih mulia daripada kaum wanitanya. Apabila kita mengatakan sepasang kaca mata, sepasang stokin atau sepasang baju, tentulah kita menganggap mereka setara dan tidak dapat dipisahkan di antara satu sama lain. Dan sudah tentulah kita tidak menganggap yang stokin kanan lebih hebat daripada stokin kiri atau kaca mata kanan lebih baik daripada kaca mata kiri. Begitulah tamsilannya sepasang suami isteri di dalam Islam seperti yang tercatat di dalam Al Quran.

Namun, gelaran zaujuh ini hanya diberikan kepada isteri yang sama beriman. Bagi isteri yang tidak beriman, mereka tidak disebut zaujuh. Contohnya, isteri Nabi Lut dan isteri Nabi Nuh. Di dalam Al Quran, mereka disebut ‘imraah’, kerana isteri sebegini tidak dianggap pelengkap, pelindung atau penutup kepada suaminya.

ii) Pembelaan Rasulullah SAW Terhadap Wanita

Rasulullah SAW ada banyak menyatakan Hadis-Hadis yang menunjukkan betapa wanita itu dimuliakan di dalam Islam. Antaranya:

a. “Syurga di bawah telapak kaki ibu.” Apakah wanita tidak rasa mulia dengan Hadis ini? Mengapa Rasulullah SAW memilih perkataan “di bawah telapak kaki” dan bukan “di dalam tangan” atau “di sisi” seorang ibu? Sudah tentu ini sangat menggambarkan mulianya seorang wanita di dalam Islam. Seorang yang faham tentu akan sangat memandang mulia, menghormati, membela serta berlumba-lumba untuk berkhidmat dan meng’hamba’kan diri kepada ibunya (dengan syarat segala yang dibuat itu tidak melanggar syariat). Tidakkah beruntung menjadi seorang ibu di dalam Islam? Dia tidak akan terbiar dan dipinggirkan, malah akan sentiasa dibela, dihormati dan dimuliakan oleh anak-anaknya.

b. “Orang yang paling baik dari antara kamu itu ialah yang paling baik kepada isi rumahnya, dan aku ini orang yang paling baik dari antara kamu kepada isi rumahku.”

c. “Tidak akan memuliakan perempuan-perempuan melainkan orang yang mulia, dan tidak menghina akan perempuan-perempuan melainkan orang yang hina.”(Hadis riwayat Ibnu `Asakir)

d. “Bergaullah kamu dengan isteri-isteri kamu dengan cara yang sopan. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) kerana mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

e. “Janganlah seorang mukmin lelaki membenci kepada seorang
(isterinya yang) mukminah, kerana walaupun ada satu perangainya yang lelaki itu tidak suka, tetapi (tentu) ada lain perangainya yang is suka.”(Hadis riwayat Ahmad dan Muslim)

Demikianlah hak-hak istimewa seorang wanita yang diberi oleh Islam. Dalam satu masyarakat yang bertaqwa, kaum wanita tidak perlu bimbang yang mereka akan diperleceh, dipermain atau diperkotak-katikkan oleh kaum lelaki, sebaliknya mereka boleh yakin bahawa pihak lelaki akan sentiasa melindungi, menasihati, menegur dan membimbing mereka dengan ikhlas.

iii) Bahagian Tubuh Wanita Dianugerahkan Nama yang Mulia

Dalam tubuh wanita, ada satu bahagian yang diberi nana yang begitu mulia iaitu rahim. Perkataan ini diambil dari nama Tuhan, yang bermaksud `Maha Penyayang’. Sudah tentulah Tuhan tidak akan memberikan nama yang semulia ini kepada sesuatu yang hina di sisi- Nya. Sudah tentuTuhan akan memilih sesuatu yang mulia juga untuk dianugerahkan nama yang begitu mulia. Tuhan tidak berikan nama yang semulia ini kepada bahagian tubuh lelaki tetapi Dia memberikannya kepada bahagian tubuh wanita. Rahim inilah yang merupakan penghubung kepada makhluk. Di dalam rahimlah, wanita menjaga ciptaanTuhan dan memberi makan kepada apa yang Tuhan ciptakan.

Kaum wanita sepatutnya merasa sangat malu kepada Tuhan kerana memberi penghargaan yang begitu tinggi kepada mereka. Siapa boleh nafikan kepentingan rahim untuk kewujudan manusia? Anugerah rahim kepada wanita sebenarnya sudah cukup untuk membuktikan akan mulianya wanita di sisi Tuhan.

iv) Diberi Pahala yang Berterusan

Wanita disebut `kurang dari sudut agama’, tetapi ini bukan bermaksud yang wanita itu kurang dari sudut iman dan taqwanya. Mereka cuma kurang bersolat ketika datang haid dan nifas. Namun, oleh kerana di waktu-waktu lain mereka sentiasa bersolat, maka sepanjang waktu haid dan nifas itu, Tuhan tetap memberikan juga pahala solat sekiranya mereka dapat bersabar dengan keadaannya yang tidak selesa itu.

Bayangkan seorang wanita yang baru melahirkan anak. Sudahlah digugurkan dosa-dosanya seperti seorang bayi yang baru lahir, diberikan pula pahala solat percuma sepanjang dia dalam keadaan nifas. Dan kalau dia sabar menyusu, memelihara dan melayan kerenah anaknya pula, makin banyaknya pahala yang Tuhan sediakan untuknya.

Aduh! Maha Pemurahnya Tuhan kepada wanita. Maha Baiknya Tuhan kepada golongan yang sering dianggap lemah dan terpinggir ini! Kalaulah wanita-wanita pejuang hak asasi itu tahu begini sekali ganjaran- ganjaran yang Tuhan berikan kepada seorang wanita mukminah, pastilah mereka akan meninggalkan perjuangan mereka. Tidak ada apa-apa lagi hak yang perlu diperjuangkan oleh seorang wanita mukminah. Yang Tuhan tawarkan itu pun sudah terlampau banyaknya.

Jumaat, 24 September 2010

Benarkah Harta Itu Sebagai Cobaan...?

Semua sudah mengenal apa itu harta. Tidak ada seorang pun yang belum mengerti tentang hal ini. Kemasyhurannya telah menenggelamkan seluruh penjuru dunia. Kedudukan harta sangatlah tinggi dihati manusia, menjadi sesuatu yang sangat dicintai dan berharga bagi mereka. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ (6) وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ (7) وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ (8)

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Dan Sesungguhnya anusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, Dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (Qs. Al-Aadiyat: 6-8)

Harta adalah satu tuntutan kebutuhan pokok manusia untuk hidup di setiap tempat dan zaman, kecuali di akhir zaman, dimana harta berlimpah ruah sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerimanya karena tidak dapat memanfaatkannya. Waktu itu orang sangat semangat untuk sholat dan ibadah yang tentunya lebih baik dari dunia dan seisinya, karena mereka mengetahui dekatnya hari kiamat setelah turunnya nabi Isa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَ الَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا وَ إِمَامًا عَدْلاً فَيُكْسِرُ الصَّلِيْبَ وَ يَقْتُلُ الْخِنْزِيْرَ وَ يَضَعُ الْجِزْيَةَ وَ يَفِيْضُ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ وَ حَتَّى تَكُوْنَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا

“Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, telah dekan turunnya Ibnu Maryam pada kalian sebagai pemutus hukum dan imam yang adil, lalu ia menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus upeti dan harta melimpah ruah sehingga tidak ada seorang pun yang menerimanya, hingga satu kali sujud lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR Ahmad, dan At-Tirmidzi dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ no. 7077)

Akan terjadi juga sebelumnya satu masa yang berlimpah rezeki hingga khalifah tidak menghitung hartanya dengan bilangan namun menyerahkannya dengan cidukan kedua telapak tangannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَكُونُ فِى آخِرِ أُمَّتِى خَلِيفَةٌ يَحْثِى الْمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا

“Akan datang diakhir umatku seorang khalifah yang menciduk harta dengan cidukan tidak menghitungnya dengan bilangan.” (HR Muslim no. 7499)

Semua orang telah mengetahui kegunaan harta di dunia, karenanya mereka berlomba-lomba mencarinya hingga melupakan mereka atau mereka lalai dari memperhatikan perkara-perkara penting yang berhubungan dengan harta. Perkara yang berhubungan dengan perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya, hingga akhirnya mereka tidak lagi memperhatikan mana yang halal dan mana yang haram. Hal ini telah dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau,

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ؛ أَمِنَ الحَلاَلِ أَمْ مِنَ الحَرَامِ؟!

Akan datang kepada manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi perduli dengan apa yang dia dapatkan, apakah dari yang halal atau haram?! (1)

Demikianlah realita yang terjadi dimasyarakat kita.

Lalu bagaimana sikap islam terhadap harta ini? Ternyata permasalahan rezeki dan harta telah mendapatkan perhatian besar dalam al-Qur`an. Bayangkan kata rezeki dengan kata turunannya diulang sebanyak 123 kali dan kata harta (al-Maal) dengan kata turunannya diulang sebanyak 86 kali. Padahal Allah tidak mengulang-ulang satu kata kecuali demikian besar urgensinya untuk sang makhluk. Sehingga sudah selayaknya kaum muslimin mengenal dan mengerti bagaimana konsep islam terhadap harta dan sikap yang tepat menjadikan harta sebagai nikmat yang membawa kepada kebahagian dunia dan akherat. Minimal mengetahui harta adalah fitnah yang Allah ujikan kepada makhluk-Nya agar mereka dapat bersyukur dan tegak pada mereka hujjah dan penjelasan yang terang. Semua itu agar orang hidup dengan harta di atas ilmu dan dapat bersabar bila tidak memiliki harta ini.

Allah menciptakan manusia dan memberinya kesukaan kepada syahwat harta, sebagaimana firman-Nya,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Qs. Ali Imraan/3:14)

Sehingga Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan besarnya kecintaan manusia kepada harta dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ ؛ لاَبْتَغَى ثَالِثاً , وَلاَ يَمَلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ , وَيَتُوْبُ الله عَلَى مَنْ تَابَ

Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta; pasti ia menginginkan yang ketiga, sedangkan perut anak Adam tidaklah dipenuhi kecuali dengan tanah, dan Allah memberi taubat-Nya kepada yang bertaubat. (2)

Fitnah (Cobaan) Harta

Tidak pungkiri lagi harta adalah fitnah (cobaan) yang Allah berikan kepada hamba-Nya sebagaimana firman Allah,

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Qs. Al-Anfaal/8: 28)

Bahkan menjadi fitnah besar bagi umat islam yang merusak dan meluluh lantakkan semua persendian mereka, sehingga mereka terkapar seperti orang sakit dan menjadi hinaan umat lain. Akal dan hati mereka terkendalikan oleh harta sehingga lambat lain lemahlah kondisi mereka. Tentang bahaya firnah harta ini terhadap umat islam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan dalam sabdanya,

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ

“Sesungguhnya setiap umat mendapatkan fitnah dan fitnah umat ini adalah harta.” (3)

Demikianlah fitnah harta ini telah melanda umat islam diseluruh penjuru dunia dan menyeret mereka kepada bencana yang demikian hebatnya. Hal ini terjadi setelah kaum muslimin mendapatkan kemenangan dan penaklukan negara-negara besar seperti Rumawi dan Parsia. Tidak mampu selamat dan menjauhkan diri dari fitnah ini kecuali yang Allah berikan kemampuan untuk memahami nash-nash al-Qur`an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah memperingatkan harta dengan benar dan tepat. Hal ini membuatnya mampu melihat sebab-sebabnya dan berusaha menghindarinya. Fitnah ini telah menghancurkan kaum muslimin sebelum musuh-musuhnya mencaplok wilayah dan negara islam.

Semua ini telah di jelaskan dengan sangat gamblang dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
Memang demikianlah kemenangan dan harta benar-benar fitnah yang dapat menyeret kepada kenacuran dan kelemahan kecuali bila ditempatkan harta-harta tersebut pada tempatnya. Lihatlah bagaimana harta yang menyebabkan seorang menjadi cinta dunia dan takut mati akan melemahkan barisan kaum muslimin sehingga jumlah yang besar tidak memiliki kekuatan lagi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“يُوْشَكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ الأمَمُ كَمَا تَدَاعَى الأكَلَة إِلَى قَصْعَتِهَا” فَقَالَ قَائِلٌ: أَوَمِنْ قِلّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: “بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللّه مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيُقْذِفَنَّ اللّه فِي قُلُوْبِكُمُ الْوَهْنَ” فَقَالَ قَائِلٌ: يَارَسُوْلَ اللّه، وَمَا الْوَهْنُ؟ قَالَ: “حُبُّ الدُّنيَا وَكَرَاهِيَّةُ الْمَوْتِ”.

“Dari Tsauban beliau berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ”Nyaris sudah para umat-umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi bejana makanannya” lalu bertanya seseorang:’apakah kami pada saat itu sedikit?” Beliau menjawab: ”Tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan kedalam hati-hati kalian wahn (kelemahan),”, lalu bertanya lagi:’wahai Rasulullah apa wahn (kelemahan) itu?”, kata beliau:”Cinta dunia dan takut mati.” (4)

Sebagaimana yang dikatakan Kaab bin Maalik radhiallahu ‘anhu,

قَالَ: فَبَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِسُوْقِ المْدِيْنَةِ، إِذْا نَبَطِيٌ (5) مِنْ أِنْبَاطِ أَهْلِ الشَّامِ، مِمَنْ قَدِمَ بِالطَّعَامِ يَبِيْعَهُ بِالْمَدِيْنَةِ، يَقُوْلُ: مَنْ يَدُلُّ عَلَى كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، فَطَفِقَ النَّاسُ يُشِيْرُوْنَ لَهُ، حَتَى إِذَا جَاءَنِي دَفَعَ إِلَيَّ كِتَابَا مِنْ مَلِكِ غَسَانَ، فَإِذَا فِيْهِ: أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّهُ قَدْ بَلَغَنِي أَنّ َصَاحِبَكَ قَدْ جَفَاكَ، وَلَمْ يَجْعَلْكَ الله بِدَارِ هَوَانٍ وَلا مُضِيْعَةٍ، فَالْحَقْ بِنَا نُوَاسِكَ

“Ketika aku berjalan-jalan di pasar Madinah, seketika itu ada seorang petani dari petani-petani penduduk Syam yang datang membawa makanan untuk dijual di pasar Madinah berkata:” siapa yang dapat menunjukkan Kaab bin Malik?”lalu orang-orang langsung menunjukannya sampai dia menemuiku dan menyerahkan kepadaku surat dari raja Ghossaan, dan aku seorang yang dapat menulis, lalu aku membacanya, dan isinya: amma ba’du, sesungguhnya telah sampai kepadaku berita bahwa pemimpinmu telah berpaling meninggalkanmu dan sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan bagimu tempat yang hina dan kesia-siaan, maka bergabunglah kepada kami, kami akan menyenangkanmu.”

Para musuh islam selalu mengintai kapan penyakit cinta harta menyebar dan merebak dikalangan kaum muslimin.
Ketika fitnah harta ini menyerang kaum muslimin dan terus mendesak setelah penaklukan negeri-negeri yang merupakan kemenangan din islam. Dengannya Allah mengangkat menara syariat dan meninggikan tiang aqidahnya ditambah dengan adanya harta yang berlimpah yang pernah dimiliki negara-negara besar waktu itu. Maka tidak sedikit dari tokoh sahabat dan tabi’in serta para ulama yang shalih yang tidak berhenti mengingatkan dan memperingatkan kaum muslimin dari bahaya yang akan menimpa mereka. Mereka menjelaska jalan yang lurus yang wajib dijalani dengan kesabaran dan mengingatkan mereka dengan kehidupan Rasuullah dan orang yang beriman bersama beliau dan setelah beliau, dalam rangka mengingatkan umat ini dari harta dan fitnahnya. Orang pertama yang mengingatkan hal ini tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا فُتِحَتْ عَلَيْكُمْ فَارِسُ وَالرُّومُ أَيُّ قَوْمٍ أَنْتُمْ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ نَقُولُ كَمَا أَمَرَنَا اللَّهُ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ تَتَنَافَسُونَ ثُمَّ تَتَحَاسَدُونَ ثُمَّ تَتَدَابَرُونَ ثُمَّ تَتَبَاغَضُونَ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ ثُمَّ تَنْطَلِقُونَ فِي مَسَاكِينِ الْمُهَاجِرِينَ فَتَجْعَلُونَ بَعْضَهُمْ عَلَى رِقَابِ بَعْضٍ

“Jika telah ditaklukan untuk kalian negara parsi dan rumawi, kaum apakah kalian? Berkata Abdurrahman bin Auf:” kami melakukan apa yang Allah perintahkan (6), beliau berkata:” tidak seperti itu, kalian akan berlomba-lomba kemudian saling berhasad, kemudian saling membenci lalu saling bermusuhan, kemudian kalian berangkat ke tempat-tempat tinggal kaum muhajirin dan kalian menjadikan sebagian mereka membunuh sebagian yang lain.” (7)

Oleh karena itu ketika ditaklukkan gudang harta kisra (raja parsi) Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata,

إِنَّ هَذَا لَمْ يَفْتَحْ عَلَى قَوْمٍ قَطْ إِلا جَعَلَ الله ِبَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

“Sesungguhnya ini tidak dibukakan bagi satu kaum kecuali Allah menjadikan diantara mereka peperangan.”

Dengan demikian harta menjadi salah satu syahwat terbesar yang Allah berikan kepada kita.

Harta Antara Nikmat dan Bencana

Memang harta adalah salah satu syahwat terbesar yang dimiliki manusia, namun juga menjadi salah satu sebab mendekatkan diri kepada Allah. Harta menjadi tiang kehidupan seseorang. Ketika ia berusaha mendapatkan harta yang halal untuk membeli rumah, menikah dan memiliki anak yang solih serta berbahagia dengan keluarga dan hartanya, maka hal ini adalah amalan yang disyariatkan. Mukmin yang kuat lebih baik dari yang lemah, seperti sabda Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam:

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ ـ لكن النبي عليه الصلاة والسلام رفيق قال : وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ . رواه مسلم عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

Dengan demikian ada anjuran menjadi hartawan apabila cara mendapatkannya sesuai dengan ajaran islam, sebab harta adalah kekuatan dalam pengertian kesempatan yang diberikan kepada hartawan dalam amal shalih tidak terbatas dan terhitung. Dengan hartanya ia bisa menikahkan para pemuda, mengobati orang sakit, menyantuni para janda dan memberi makan anak yatim dan orang miskin dan lain-lainnya. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan mukmin yang kaya dekat dari derajat alim yang beramal dengan ilmunya, dalam sabda beliau:

لا حَسَدَ إِلاّ في اثْنَتَيْنِ : رَجلٌ آتَاهُ الله مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُ منهُ آنَاءَ اللّيْلِ و آنَاءَ النّهَارِ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ الله القُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللّيْلِ وَ آنَاءَ النّهَار . متفق عليه

“Demikianlah harta dapat menjadi sebab seornag masuk syurga, namun juga bisa membuat seorang terbang terjerumus ke dalam neraka jahannam.”

Ternyata harta itu bisa menjadi nikmat bila dikeluarkan dan digunakan untuk ketaatan kepada Allah dan akan menjadi bencana bila digunakan untuk keburukan. Hal ini tergantung kepada dari mana mendapatkannya dan bagaimana mengeluarkannya. Oleh karena itu, manusia akan ditanya dihari kiamat tentang hartanya dimana ia mendapatkannya dan kemana ia infakkan.

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.


Footnote:

(1) HR. al-Bukhari 2059
(2) HR. al-Bukhari no.6436, Muslim no.1049
(3) HR. at-Timidzi dalam sunannya kitab Az-Zuhd.
(4) Shahih lighairihi (shohih lantaran ada yang lain yang menguatkannya (pen)) dikeluarkan oleh Abu Daud (4297) dari jalan periwayatan ibnu Jabir, ia berkata telah menceritakan kepadaku Abu Abdussalam darinya (Tsauban) secara marfu’
(5) Yaitu petani, dinamakan demikian karena dia mengambil manfaat air.
(6) Kami memuji, mensyukuri dan memohon tamahan keutamaanNya (Annawawiy 18/96).
(7) HR. Muslim (2962).

MERASA PALING BENAR SENDIRI..?

MERASA PALING BENAR SENDIRI..? TIDAK ADA KEBENARAN YANG HAKIKI ?
Penjelasan bagi Mereka Yang Belum Bisa Membedakan Antara Masalah Khilafiyyah dengan Ijtihadiyyah

Ketika sebagian pelaku maksiat diingatkan untuk menjauhi maksiatnya, kemudian orang yang mengingatkan tersebut ia katakan, “janganlah dirimu merasa paling suci sendiri”, apalah bedanya hal ini dengan orang yang diingatkan untuk menjauhi kesyirikan dan kebid’ahan yang hal itu dianggapnya suatu ibadah, kemudian orang yang mengingatkan tersebut ia katakan, “janganlah dirimu merasa benar sendiri”…

Semua mereka pukul rata, apakah perkara aqidah apakah perkara khilaf, mereka menggunakan satu kaedah mutlak. Tidak ada kebenaran yang hakiki, semua orang bisa berada pada suatu kebenaran, maka tidak boleh ada yang saling klaim berada diatas kebenaran, karena ‘bisa jadi’ dia berada diatas kesesatan.

kelompok yang paling ekstrim dalam masalah ini adalah ahli kalam, yakni orang-orang berpehamahan filsafat yang sesat, yang dianut J.I.L (jaringan iblis laknatullåh), yang membenarkan semua agama, menyatukan semua agama.. na’udzubillahi min dzaalik. dan ada kelompok yang tidak seekstrim kelompok pertama, tapi juga memiliki ’sedikit kesamaan’ dengan kelompok ini, namun tidak separah dengan kelompok pertama. kelompok ini bedanya, tetap berpegang teguh kepada al-islam sebagai agama yang haq, NAMUN, kelompok ini menyamaratakan segala permasalahan dalam islam itu sendiri.

KEBENARAN DI SISI ALLAH HANYA SATU
[Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed]

Kita memaklumi terjadinya perbedaan dan perselisihan di kalangan shahabat رضي الله عنهم dan para ulama karena mereka seluruhnya adalah orang-orang yg berupaya untuk mencocoki kebenaran. Oleh karena itu ijtihad dan kesungguhan mereka untuk mencari yang paling benar mendapatkan pahala di sisi Allah.

Namun berbicara tentang kebenaran tetap hanya satu sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

Jika seorang hakim berijtihad dan tepat, maka dia mendapatkan dua pahala. Dan jika seorang hakim berijtihad dan tidak tepat, maka dia mendapatkan satu pahala.

Hadits di atas menunjukkan kalau ijtihad mereka tetap mendapatkan pahala, namun tetap ada yang benar dan ada yang salah, ada yang tepat dan ada pula yang menyimpang/keliru. Sehingga kita diperintahkan untuk mengambil mana yang lebih rajih dan mana yang lebih dekat pada kebenaran.

Allah سبحانه وتعالى berfirman:
Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah Rabb kalian yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kalian dipalingkan (dari kebenaran)? (Yunus: 32)

Qurthubi رحمه الله berkata:
“Ayat ini memutuskan bahwa tidak ada selain haq dan batil kedudukan yang ketiga dalam masalah ini yaitu masalah tauhid dan demikian pula dalam masalah-masalah lain yang semisalnya seperti masalah-masalah prinsip yang lain maka tidak ada kebenaran kecuali hanya satu”. (al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, 8/336)

Para salafus shalih juga tidak berdalil dengan keumuman ayat di atas untuk semua masalah agama bahwa selain kebenaran adalah kebatilan. Dengan kata lain kebenaran hanya satu. (Zajrul Mutahawin, Hamd bin Ibrahim, hal. 36)

Karena itulah Imam Malik رحمه الله berkata tentang perbedaan para shahabat: “Tidak, demi Allah. Tidaklah kebenaran kecuali hanya satu. Apakah dua pendapat yang berbeda keduanya dapat dikatakan benar? Tidaklah kebenaran kecuali hanya satu. (Shifat Shalat Nabi, Syaikh al-Albani, hal. 61).

Lagi pula Allah سبحانه وتعالى memerintahkan agar kita jangan menyelisihi kebenaran dan melarang kita untuk berselisih setelah datang kebenaran yang jelas. Ini pun menunjukkan bahwa kebenaran di sisi Allah hanya satu.

Allah سبحانه وتعالى berfirman:
Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (Ali Imran: 105)

Allah juga memerintahkan kita untuk bersatu dengan memegang tali Allah dan melarang untuk berpecah-belah. Ini pun menunjukkan bahwa kebenaran di sisi Allah hanya satu.

Allah سبحانه وتعالى berfirman:
Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. Ali Imran: 103)

Ibnul Qayyim رحمه الله berkata:
“Ayat-ayat yang melarang perselisihan dan berpecah-belah dalam agama mengandung cercaan kepadanya merupakan bukti yang jelas bahwa kebenaran di sisi Allah hanya satu. Sedangkan selainnya adalah kesalahan. Kalau saja semua pendapat itu benar, niscaya Allahd an rasul-Nya tidak melarang perselisihan dan mencecanya”. (Mukhtashar Shawaiqil Mursalah, Ibnul Qayyim, 2/566).

Istri Yang Di Anggap Durhaka Kepada Suami

Semalam pada pukul 10.56 ptg
- Apabila dipanggil oleh suaminya ia tidak datang. Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud:
“Apabila suami memanggil isterinya ke tempat tidur. ia tidak datang nescaya malaikat melaknat isteri itu sampai Subuh.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Membantah suruhan atau perintah suami. Sabda Rasulullah SAW:
‘Siapa saja yang tidak berbakti kepada suaminya maka ia mendapat laknat dan Allah dan malaikat serta semua manusia.”
Bermuka masam terhadap suami. Sabda Rasulullah SAW:
“Siapa saja perempuan yang bermuka masam di hadapan suaminya berarti ia dalam kemurkaan Allah sampai ia senyum kepada suaminya atau ia meminta keridhoannya.”

Jahat lidah atau mulut pada suami. Sabda Rasulullah SAW:
“Dan ada empat golongan wanita yang akan dimasukkan ke dalai Neraka (diantaranya) ialah wanita yang kotor atau jahat lidahnya terhadap suaminya.”

Membebankan suami dengan permintaan yang diluar kemampuannya.

Keluar rumah tanpa izin suaminya. Sabda Rasulullah SAW:
“Siapa saja perempuan yang keluar rumahnya tanpa ijin suaminya dia akan dilaknat oleh Allah sampai dia kembali kepada suaminya atau suaminya ridho terhadapnya.”
(Riwayat Al Khatib)

Berhias ketika suaminya tidak disampingnya. Maksud firman Allah SWT
“Janganlah mereka (perempuan-perempuan) menampakkan perhiasannya melainkan untuk suaminya.”
(An Nur 31)

Menghina pengorbanan suaminya. Maksud Hadis Rasulullah SAW
“Allah tidak akan memandang (benci) siapa saja perempuan yang tidak berterima kasih di atas pengorbanan suaminya sedangkan dia masih memerlukan suaminya.”

Mengijinkan masuk orang yang tidak diijinkan suaminya ke rumah
maksud Hadis:
“Jangan ijinkan masuk ke rumahnya melainkan yang diijinkan oleh suaminya.” (Riwayat Tarmizi)

Tidak mau menerima petunjuk suaminya.
Maksud Hadis:
“Isteri yang durhaka hukumnya berdosa dan dapat gugur nafkahnya ketika itu. Jika ia tidak segera bertaubat dan meminta ampun dari suaminya, Nerakalah tempatnya di Akhirat kelak. Apa yang isteri buat untuk suami adalah semata-mata untuk mendapat keridhaan Allah SWT”

Gadis yang tidak memikat hati ku

Segala puji hanya milik Allah -Subhanahu wa ta`ala- semata. Sholawat dan salam atas seorang nabi yang tiada nabi sesudahnya. Amma ba’du.

Siapakah aku, sehingga diriku pantas diperebutkan? Aku adalah kehormatan. Aku adalah kecemburuan yang bersemayam di dada setiap muslim yang beriman kepada Allah -Subhanahu wa ta`ala- dan hari akhir. Aku adalah akal yang sehat, aku adalah hukum-hukum syariat. Aku adalah kemuliaan. Aku adalah rasa malu. Aku adalah kesucian. Aku adalah kebaikan, dan aku adalah kehidupan yang bahagia.

Setelah aku perkenalkan kepada kalian siapakah sebenarnya diriku ini? Maka aku merasa perlu untuk memperkenalkan kepada kalian, siapakah gadis yang tidak menarik hatiku, yang tidak akan pernah merenggut cintaku.

Dia adalah gadis yang tidak tahu arah dan tersesat jalan; gadis yang tidak punya adab, akhlaq dan kepribadian. Aku katakan kepada kalian, kenapa hatiku tidak terpikat dan tidak tertarik? Karena dia telah menanggalkan rasa malu dan mencampakkannya. Karena dia telah melepaskan diri dari Islam, dan menggantinya dengan gaya hidup wanita-wanita barat yang durhaka.

Dia mengira kecantikan adalah segalanya! Tapi, sesungguhnya kecantikan itu bukanlah seperti yang dibayangkan oleh wanita yang hina lagi terperdaya ini. Kecantikan itu adalah kecantikan ilmu, adab, dan pribadi.

Siapapun yang berjalan dalam gelimang narkotika dan jarum suntik yang najis itu, maka dia adalah seburuk-buruk manusia, di hadapan orang yang tidak silau akan penampilan.

Gadis itu tidak menyadari, bahwa kesombongan akan kecantikan dan hartanya, justru akan menjerumuskannya dalam kebinasaan abadi di dalam neraka.

Sebenarnya, wanita jalang yang hanya diperebutkan laki-laki hidung belang itu, tidak lagi bisa terpagari oleh agama, kehormatan dan rasa malu yang dimilikinya. Dia, wanita yang telah mencampakkan kerudung kehormatan dan jilbab kesucian. Dia, tidak pernah berpikir tentang kehidupan di dalam kubur dan siksaannya. Allah telah berfirman:

إِنَّهُمْ كَانُوا لَا يَرْجُونَ حِسَاباً

“Sesungguhnya mereka tidak mengharapkan hitungan.” (QS. an-Naba’: 27).

Dia tidak lagi memiliki sekelumit niat atau sisa-sisa semangat untuk meneladani wanita wanita shalihah, berbakti kepada Islam, dan mengharap surga Allah -Subhanahu wa ta`ala- yang luasnya seluas langit dan bumi.

Yang ada dalam benaknya hanyalah apa yang dipakai oleh artis fulan dan fulan? Film-film yang diperankan oleh artis-artis Prancis, Hongkong, Hollywood, dan Bollywood?

Demi Allah Pemilik Ka’bah, alangkah ruginya wanita yang malang ini. Padahal Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- bersabda:

« صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَارِ لَمْ أَرَهُمَا قَطُّ: نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ، مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ .. »

“Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah sama sekali kulihat; wanita-wanita yang mengenakan pakaian tapi telanjang, dan wanita-wanita yang gampang tergoda dan suka menggoda.”

Alangkah ruginya dia. Ketika di dunia, dia menjadi bahan cemoohan di antara saudara dan keluarga. Sementara di akhirat, siksa pedih akan menimpanya.

Betapa lemah akalnya. Dia tidak pernah mau mendengar nasihat dan peringatan orang-orang yang menyayanginya dan yang mengkhawatirkannya dari neraka yang bahan bakarnya manusia.

Yang lebih naif, dalam pandangannya, orang-orang yang selalu mengingatkannya adalah orang-orang yang terbelakang, tidak mengerti peradaban, serta tidak memahami hakekat kehidupan. Maha benar Allah Yang Maha Agung ketika Dia berfirman:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ

“Apakah engkau mengira terhadap orang yang menjadikan sesembahan hawa nafsunya dan Allah telah menyesatkannya berada diatas ilmu sedangkan Allah telah menutup pendengarannya dan hatinya dan telah menjadikan atas penglihatan mereka tertutup, maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah.” (QS. al-Jatsiyah:23).

Ya, gadis ini telah menjadi budak hawa nafsunya. Angan-angannya telah menipunya. Berapa kalipun engkau ingatkan dan engkau nasehati, tetap saja dia enggan mendengar. Dia akan terus berjalan dalam kubangan lumpur dan kegelapan. Ucapan orang-orang yang mengingatkanya tidak mampu lagi menyelamatkannya untuk tidak terperosok ke dalam neraka Hawiyah

Waktu terus berjalan, dan dia tetap dalam lalai dan sesat. Dia lupa, bahwasanya setiap hari yang berlalu adalah pengurangan dari umurnya, dan setiap jam yang berputar, selalu membuatnya semakin dekat kepada kuburan yang sudah menantinya.

Dia benar-benar telah menjadi musuh bagi dirinya, agamanya, dan masyarakatnya. Dengan tanpa rasa malu, dia selalu membual di depan kawan-kawannya, bercerita tentang masalah-masalah yang tidak pantas, yang siapapun pasti akan merasa malu untuk menceritakannya. Semua itu dia dapatkan dari media audio visual, cetak dan elektronika. Bahkan dia mengajak teman-temannya untuk meniru tingkah lakunya. Maka, sudah pantas kalau dia di kemudian hari akan mendapatkan dosanya dan dosa setiap orang yang mengikutinya.

Betapa ruginya wanita ini…..!!!!

Umurnya hilang, perbuatannya sesat, sedang maut setiap hari memanggilnya.

Bisa jadi, dia berhasil meraih ijazah kesarjanaan. Akan tetapi ijazah ini justru akan menambah beban yang memberatkannya, dan bukan menjadi keberuntungan yang membahagiakannya.

Betapa hina dan tertipunya gadis ini. Dia tenggelam dalam lautan angan-angan, dan binasa dalam samudera asa. Padahal kematian adalah sangat dekat. Lebih dekat dari tali sandalnya.

Dia suka dengan jalan-jalan di pasar-pasar dan dan tempat hiburan, tanpa memperhatikan aturan Allah -Subhanahu wa ta`ala- untuk dirinya.

Dia biasa tidur amat nyenyak tanpa ingat kewajiban. Dia tidak pernah sadar akan adzab Allah yang telah menantinya. Dia bisa tertawa riang bersama teman-temannya, padahal Rabb-nya Yang Maha Suci memurkainya. Dia tidak pernah ingat tempat tinggalnya yang sempit dan gelap di kuburan kelak, padahal dia pasti akan dibaringkan di dalamnya.

Dia tidak suka jika ada orang yang bicara soal kematian, karena akan mengganggu kelezatannya dalam menikmati hal-hal yang haram. Dia berusaha menipu dirinya sendiri hingga ajal menyerangnya. Sehingga, pantaslah jika kelak dia akan menjadi diantara orang orang yang berkata, “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal kebajikan) untuk hidupku ini” (QS. al-Fajr:24) “Betapa sangat menyesalnya aku atas kelalaianku dalam (melakukan kewajiban) terhadap Allah.” (QS. az-Zumar:56).

Maka jika maut telah mendekat, engkau akan melihat tangis dan air mata, ketika ditampakkan di hadapannya rekaman kehidupannya yang hitam dan kotor. Dia telah memperdaya banyak pemuda, dengan dandanan, perhiasan dan suaranya yang nakal. Dia mengkhianati kedua orang tuanya dan membuat murka tuhannya.

Kelak, ketika sudah berada di depan pintu gerbang akhirat, dia akan mengiba, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku mengerjakan amal sholeh terhadap apa yang telah aku tinggalkan” (QS. al-Mukminun:99-100).

Aku ingatkan kepada gadis itu, “Ketahuilah, bahwasanya kuburmu sekarang sudah menunggumu. Kubur itu, untuk dirinya, bisa berwujud sebuah taman diantara taman-taman di surga, tapi juga bisa berubah menjadi lubang diantara lubang-lubang neraka. Jika engkau berada di dalam yang pertama, maka berbahagialah dan bergembiralah. Tapi, jika engkau berada di dalam yang kedua, betapa celaka dan ruginya dirimu.

Demi Allah, tidakkah engkau duduk merenung sejenak? Di manakah tempat kembalimu, di antara kedua lubang tersebut? Kuburan manakah yang menjadi balasan bagimu ?

Hai gadis yang bimbang, tidakkah engkau ingat seorang teman wanitamu, yang telah telah dicabut nyawanya oleh Allah? Tidak pernahkah engkau membayangkan, temanmu itu berkata bahwa dia akan beramal soleh seandainya diberi kesempatan untuk kembali hidup didunia? Dan tidakkah engkau berpikir dan bertanya pada dirimu: Kenapa maut telah menjemputnya, sementara dirimu di biarkan hidup ? Bisa jadi, ini merupakan suatu rahmat Allah -Subhanahu wa ta`ala- bagimu, Dia ingin mengingatkanmu dan memberi kesempatan padamu.

Maka sudah sepantasnya, jika orang yang mau mendengar nasehat orang lain diberi predikat sebagai orang yang berakal.

Jika engkau sudah mulai tertarik dengan ampunan Allah dan rahmatNya, maka ingatlah sebuah ayat yang sering dibaca Abu Hanifah rahimahullah, ketika dia sholat tahajjud di akhir malam. Dia sering tidak mampu menyelesaikan bacaannya karena menangis dan takut akan termasuk di antara mereka. Padahal, beliau dikenal sebagai seorang ulama yang amat bertakwa dan zuhud. Ayat itu adalah firman Allah, “Dan tampak bagi mereka dari Allah atas apa yang mereka tidak mengiranya.” (QS. az-Zumar:47). Sementara dirimu telah menumpuk amalan-amalan buruk dan engkau merasa aman dari siksa Allah. Ini merupakan puncak kerugian.

Hasan al-Bashri berkata, “Sesungguhnya ada suatu kaum, sesembahan mereka berupa angan-angan akan mendapatkan ampunan Allah dengan mudah, sehingga ketika keluar dari dunia, dia tidak mempunyai amal kebaikan sama sekali. Salah seorang dari mereka berkata, “Sesungguhnya aku berprasangka baik kepada Rabku”, padahal dia dusta. Seandainya berprasangka baik, pasti dia akan memperbaiki amalannya.” Kemudian beliau membaca ayat, yang artinya, “Dan telah tampak bagi mereka dari Allah, apa yang tidak mereka sangka sangka.” (QS. az-Zumar:47).

Wahai saudariku, wahai orang yang telah mendholimi dirinya sendiri, janganlah engkau tertipu oleh wanita-wanita jalang yang durhaka, atau oleh orang-orang yang seperti mereka. Orang-orang seperti mereka selalu hidup dalam ancaman bahaya, dan bukan dalam kemajuan. Karena, sesungguhnya wanita-wanita kafir itu tidak lebih dari apa yang Allah -Subhanahu wa ta`ala- firmankan, “Tidaklah mereka kecuali seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat dari jalan kebenaran.” (QS. al-Furqon:44).

Kemudian perhatikanlah tempat kembali mereka setelah itu, “Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah, siksa neraka jahanam kalian kepadanya akan mendatangi.” (QS. al-Anbiya:98). Allah -Subhanahu wa ta`ala- telah berfirman untuk mengingatkan kita dan kaum muslimin, “Dan orang orang yang kafir, mereka bersenang senang dan mereka makan seperti binatang maka neraka adalah tempat kembali bagi mereka.” (QS. Muhammad:12).

Apakah engkau ingin seperti mereka? Kulitmu akan merinding dan bulu kudukmu berdiri. Kemudian, engkau akan berteriak sekeras kerasnya, “Aku berlindung kepada Allah”. Maka, sesudah itu aku berharap kamu akan berkata: “Aku mohon ampunanMu, ya Rabbi”.

Wahai saudariku, maafkan aku jika terlalu keras dalam mengingatkanmu. Sesungguhnya ini adalah jeritan sayang, nasihat cinta kasih, teriakan cemburu. Aku telah menulisnya dengan air mataku, agar engkau membuka telingamu, dan engkau mengikuti hati nuranimu serta agar pikiranmu kembali sadar. Ini adalah peringatan bagi orang yang memiliki hati dan pendengaran.

Aku memohon kepada Allah, semoga Allah menjadikan pandanganmu sebagai ibroh (pelajaran), diammu sebagai perenungan, dan ucapanmu sebagai dzikir. Dan semoga Dia menjadikan dirimu sebagai hambaNya yang mendapat petunjuk dan mampu memberi petunjuk, hidup bahagia, mati syahid, dan dikumpulkan bersama Aisyah dan Fatimah serta Khadijah Radiallahuanhunn. Bersama wanita wanita yang telah mendapat limpahan nikmat Allah, yang berupa nasihat, dakwah kepada Allah serta ikhlas terhadap agama ini. Amiiinn..