Khamis, 27 Julai 2017
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN KETIKA WANITA KELUAR (SILATURRAHIM)
Bismillahirahmaanirrahiim.
Banyak hal yang harus dipahami oleh wanita solihah agar silaturrahim berbuah manis dan menjadi hitungan dalam timbangan kebaikan di sisi Allah swt.
1). Meminta Izin Suami.
Meminta izin suami jika berkunjung untuk silaturrahim merupakan sebuah etika. Wanita harus menyedari kewajiban itu.
Rasulullah saw pernah bersabda :
" Tidaklah halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah yaitu perempuan yang meminta izin suaminya padahal suaminya itu tidak senang, dan janganlah ia keluar rumah sedang suaminya tidak senang, dan janganlah ia mentaati orang lain dan janganlah ia meninggalkan tempat tidurnya."
[ HR. Hakim ]
Islam menganjurkan umatnya untuk berpuasa sunnah. Namun ada saat-saat tertentu, Islam mengharamkan puasa sunnah itu bagi wanita. Jika suami melarang berpuasa sunnah, maka isteri harus mematuhinya. Jika tetap melaksanakan maka hukumnya haram.
Begitu pula ketika wanita keluar rumah, jika ia tidak mendapat izin suami, maka hukumnya jadi haram. Apabila isteri tetap keluar rumah dan tidak mengindahkan perintah suaminya maka ia telah berbuat nusyuz (membangkang).
Perempuan seperti ini disifatkan sebagai wanita yang bermaksiat kepada Allah swt. dan Rasul-Nya, karena sesungguhnya Rasulullah saw telah memerintahkan seseorang isteri untuk mentaati perintah suaminya. Sedangkan mentaati Rasulullah saw berarti mentaati Allah.
"Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka."
[ QS. an-Nisa : 80 ]
Oleh karena itu wanita muslimah yang keluar rumah untuk suatu keperluan, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
👉 Meminta izin, baik kepada ayah, ibu, suami atau saudara karena merekalah orang-orang yang bertanggung jawab menjaga.
👉 Senantiasa berdoa ketika diluar rumah.
👉 Memakai pakaian yang sesuai dengan syari'at.
2). Jauhilah Tabaruj dan Sufur.
Perbuatan tabarruj adalah membuka atau memperlihatkan bagian tubuh dan perhiasan yang tersembunyi di depan laki-laki lain selain suaminya. Sedangkan sufur yaitu membuka penutup kepala.
Firman Allah Ta'ala :
" Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah solat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." [ QS. al-Ahzab : 33 ]
Begitu pula sabda Rasulullah saw :
" Ada dua golongan ahli neraka yang aku tidak melihat golongan itu sebelumnya, yaitu ada kaum bersama mereka cambuk seperti pemecut sapi yang mereka gunakan untuk memukul manusia, dan (ada pula) wanita-wanita yang menggunakan pakaian (tapi seperti) telanjang, mengajarkan wanita-wanita lain untuk berbuat sepertinya, membangkang (kepada suami), kepala mereka seperti punuk unta yang cembung. Mereka tidak masuk surga dan tidak menemukan bau surga sekalipun bau surga bisa ditemukan dari jarak seperti ini ( isyarat Rasulullah saw tentang jarak 50 tahun). [HR. Muslim ]
Yang dimaksud dengan 'berpakaian tetapi telanjang ' yakni mereka mengenakan pakaian tetapi 'press body' atau pakaian tipis lalu memperlihatkan warna kulitnya.
3). Parfum Hanyalah Untuk Suami.
Lelaki beriman sangat menyukai isterinya memakai parfum. Wangi-wangian yang dipakai itu bertujuan untuk menyenangkan hati suaminya dan bukan untuk menarik perhatian orang lain.
Jika wanita memakai parfum tetapi bertujuan untuk lelaki lain, maka hal itu sudah termasuk zina. (HR. Ahmad)
Mengapa berzina? Karena wanita itu telah membangkitkan syahwat laki-laki dengan parfumnya itu. Laki-laki yang memandangnya telah melakukan zina mata. Wanita inilah yang menyebabkan zina mata.
Wanita ini berdosa sekalipun minyak wangi yang digunakan itu untuk melaksanakan solat ke masjid.
Rasulullah saw bersabda :
"Allah tidak akan menerima solat seorang wanita yang menggunakan minyak wangi ketika pergi ke masjid atau ke masjid ini sampai ia mandi dengan membasuhnya seperti orang yang junub. [HR. Ahmad]
4). Jangan Mengubah Ciptaan Allah Ta'ala.
Mengubah ciptaan Allah swt. adalah melakukan maksiat kepada Allah.
(Allah swt) melaknat wanita yang menyambung rambutnya, wanita yang minta disambungkan rambutnya, wanita yang membuat tato dan wanita yang dibuatkan tato. [HR. Muslim ]
5). Jauhilah Khalwat (berduaan).
Tidak diperkenankan berduaan dengan laki-laki yang bukan mahram dan bukan suaminya di tempat mana pun, karena orang ketiga adalah setan.
Sabda Rasulullah saw :
Janganlah salah seorang diantara kamu berkhalwat (berdua-duaan) dengan wanita (yang bukan mahram atau isterinya) melainkan setanlah yang ketiga."
[HR. Ahmad ]
6). Tidak Berjabatan Tangan Dengan Laki-laki Lain.
Rasulullah saw sama sekali tidak pernah berjabat tangan dengan wanita yang bukan isterinya.
Sabda beliau ketika membaiat wanita :
"Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita. Sesungguhnya perkataanku ini tiada lain untuk seratus wanita sebagaimana perkataanku ini untuk satu wanita. [HR. Nasai ]
7). Pilihlah Teman Yang Solihah.
Wanita muslimah hendaklah selektif dalam memilih orang yang akan dijadikan sebagai teman dan teman yang bisa diajak bepergian.
Sabda Rasulullah saw :
" Perumpamaan teman yang solih dan teman yang buruk adalah seperti pembawa minyak wangi dan tukang tiup besi. Seorang tukang minyak wangi mungkin akan mempalitkan minyaknya ke badanmu atau kamu akan membeli minyak itu darinya atau kamu akan menemukan bau yang harum darinya. Adapun tukang tiup besi mungkin akan membakar pakaianmu atau kamu akan menemukan bau yang busuk.
[HR. Bukhari ]
8) Bersikap Tawadhu'
Tawadhu yakni rasa rendah hati, tidak melihat diri sendiri lebih baik dan lebih utama dari orang lain.
Tawadhu merupakan sifat tidak merendahkan orang lain, mengejek kemuliaannya sekalipun dengan cara tidak langsung.
Rasulullah saw bersabda :
"Barangsiapa bertawadhu (merasa rendah hati) karena Allah swt. maka Allah akan mengangkat derajatnya kemudian memasukkan ke dalam Iliyyin."
[HR. Ahmad ]
Lawan tawadhu adalah takabur (sombong), sedangkan takabur (sombong) hanyalah Allah swt yang berhak melakukan, maka barangsiapa yang merasa sombong maka Allah mengancam dengan menyiksanya.
Sabda Rasulullah saw :
"Keangkuhan adalah selendang-Ku dan kemuliaan itu adalah pakaian-Ku, maka barangsiapa yang ingin melepaskannya dari salah satu dua sifat-Ku, Aku akan menyiksanya." [HR. Ahmad ]
Sumber : Menjadi Wanita Shalihah & Mempesona
Rabu, 15 Februari 2017
Biodata Ringkas Imam Syafie Pengasas Mazhab Syafie
Imam as-Syafi’e lahir di Gaza, Palestin pada tahun 150H/767M. Nama sebenarnya ialah Muhammad bin Idris as-Syafi‘e. Beliau mempunyai pertalian darah Quraisy dan hidup tanpa sempat melihat ayahnya. Pada umur 10 tahun ibunya membawanya ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan selepas itu beliau tetap berada di sana untuk menuntut ilmu. Di Makkah Imam as-Syafi’e memulakan perguruannya dengan Muslim bin Khalid al-Zanji, yakni mufti Kota Makkah ketika itu.
Kitab ilmu yang paling terkemuka pada ketika itu ialah al-Muwattha’ karangan Imam Malik bin Anas, dan Imam as-Syafi’e dalam usia 15 tahun telah pun menghafal keseluruhan kitab tersebut. Imam as-Syafi’e kemudiannya berhijrah ke Madinah untuk berguru pula dengan penulis kitab itu sendiri, yakni Imam Malik bin Anas. Ketika itu Imam as-Syafi’e baru berumur 20 tahun dan beliau terus duduk bersama Imam Malik sehinggalah kewafatannya pada tahun 179H/796M. Ketokohan Imam as-Syafi’e sebagai murid terpintar Imam Malik bin Anas mulai diiktiraf ramai. Imam as-Syafi‘e mengambil alih sebentar kedudukan Imam Malik bin Anas sebagai guru di Masjid Nabawi di Madinah sehinggalah beliau ditawarkan satu kedudukan jawatan olehGabenor Yaman. Jawatan Imam as-Syafi’e di Negeri Yaman tidak lama kerana Imam Syafie telah difitnah sebagai pengikut mazhab Syi‘ah. Selain itu pelbagai konspirasi lain dijatuhkan ke atasnya sehinggalah beliau dirantai dan dihantar ke penjara di Baghdad, yakni pusat pemerintahan Dinasti Abbasid ketika itu.
Imam as-Syafi’e dibawa menghadap kepada Khalifah Harun ar-Rashid dan beliau berjaya membuktikan kebenaran dirinya. Kehandalan serta kecekapan Imam as-Syafi’e membela dirinya dengan pelbagai hujjah agama menyebabkan Harun ar-Rashid tertarik kepadanya. Imam as-Syafi’e dibebaskan dan dibiarkan bermastautin di Baghdad. Di sini Imam as-Syafi’e telah berkenalan dengan anak murid Imam Abu Hanifah dan duduk berguru bersama mereka, terutamanya Muhammad bin al-Hasan as-Syaibani. Suasana ini memberikan kelebihan yang penting bagi Imam as-Syafi’e, iaitu beliau berkesempatan untuk belajar dan membanding antara dua ajaran Islam, yakni ajaran Imam Malik bin Anas dan ajaran Imam Abu Hanifah.
Pada tahun 188H/804M, Imam as-Syafi’e berhijrah pula ke Mesir. Sebelum itu beliau singgah sebentar di Makkah dan di sana beliau diberi penghormatan dan dipelawa memberi kelas pengajian agama. Imam as-Syafi’e kini mula diiktiraf sebagai seorang imam dan beliau banyak meluahkan usaha untuk cuba menutup jurang perbezaan di antara ajaran Imam Malik bin Anas dan Imam Abu Hanifah. Usahanya ini tidak disambut baik oleh para penduduk Makkah kerana kebiasaan mereka adalah kepada ajaran Imam Malik bin Anas.
Pada tahun 194H/810M, Imam as-Syafi’e kembali semula ke Baghdad dan beliau dipelawa untuk memegang jawatan Qadhi bagi Dinasti Abbasid. Beliau menolak dan hanya singgah selama 4 tahun di Baghdad. Imam as-Syafi’e kemudian kembali ke Mesir dan memusatkan ajarannya di sana pula. Daud bin ‘Ali pernah ditanya akan kelebihan Imam as-Syafi’e berbanding tokoh-tokoh lain pada ketika itu, maka beliau menjawab: “As-Syafi‘e mempunyai beberapa keutamaan, berkumpul padanya apa yang tidak terkumpul pada orang lain. Beliau seorang bangsawan, beliau mempunyai agama dan i’tiqad yang sebenar, seorang yang sangat murah hati, mengetahui hadith sahih dan hadith dhaif, nasikh, mansukh, menghafal al-Quran dan hadith, perjalanan hidup para Khulafa’ ar-Rashidin dan amat pandai pula mengarang.”
Dalam usahanya untuk cuba menutup jurang perbezaan antara ajaran Imam Malik bin Anas dan Imam Abu Hanifah, Imam as-Syafi’e menghadapi banyak tentangan daripada para pengikut Mazhab Maliki yang amat taksub kepada guru mereka. Pada satu malam, dalam perjalanan balik ke rumah dari kuliah Maghribnya di Mesir, Imam as-Syafi’e telah diserang dan dipukul orang sehingga menyebabkan kematiannya. Pada ketika itu Imam as-Syafi’e juga sedang menghadapi penyakit buasir yang agak serius.
Imam as-Syafi’e meninggal dunia pada 29 Rejab tahun 204H/820M di Mesir ketika berumur 54 tahun (Hijrah). Beliau meninggalkan kepada dunia Islam sebuah kitab yang paling agung dalam bidang usul fiqh berjudul ar-Risalah. Kitab ini adalah yang terawal dalam menyatakan kaedah-kaedah mengeluarkan hukum daripada sesebuah nas al-Qur’an dan as-Sunnah. Selain itu Imam as-Syafi’e juga meninggalkan kitab fiqhnya yang termasyhur berjudul al-Umm. Ajaran Imam as-Syafi’e diteruskan oleh beberapa anak muridnya yang utama seperti Abu Yaaqub al-Buwayti (231H/846M), Rabi’ bin Sulaiman al-Marali (270H/884M) dan Abu Ibrahim bin Yahya al-Muzani (274H/888M).
Read more: http://www.ahmad-sanusi-husain.com/2013/11/biodata-ringkas-imam-syafie-pengasas.html#ixzz4Yjzhb1SM
Langgan:
Catatan (Atom)